Wednesday, February 18, 2009

Puing - Puing Terakhir

Terdiam ku di sini...tergeletak di atas tanah yang dingin ini...
Entah sejak berapa lama aku di sini. Yang aku ingat, aku sudah terkapar tak bergerak di tempat ini bersama ribuan teman yang senasib denganku.
Padahal awalnya aku dan mereka adalah satu....saling berbagi...saling menopang....
Namun sejak malam itu....kami tak lagi satu.
Ya, malam itu. Saat aku mendengar deru tank-tank melewati jalanan sunyi di Jabaliya. Ujung senjatanya bergerak ke sana kemari, mencari sasaran yang tepat. Dan...

BUMM!!!!

Begitulah yang terakhir kuingat....sebelum akhirnya aku menemukan diriku tergeletak di tanah bersama teman-temanku. Aku masih cukup beruntung. Aku tak tertindih oleh temanku yang lebih besar. Teman di sampingku tertimpa sebuah tembok besar yang masih setengah utuh. Tapi, satu yang sama dari kami, kami tak bisa ke mana-mana dan kami tak tahu kami akan diapakan nantinya.

Hari pun berganti. AKu tak melihat ada perubahan yang berarti. Tank-tank tetap lewat. Sesekali ada juga tentara yang menginjakku dan berlalu. Ingin rasanya melakukan sesuatu untuk membalas ini semua. Tapi apa dayaku? Bila tak ada anak-anak yang mengambilku...mungkin aku akan tetap di sini...menyaksikan pemandangan-pemandangan mengerikan ini setiap saat.

Mungkin tak ada yang pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi aku. Terkapar di tanah, tak bisa bergerak, menjadi saksi bisu setiap pembantaian. Mencium bau anyir darah parah syuhada yang mengalir tak henti-hentinya membasahi tanah yang diinjak-injak oleh para tentara-yang kulitnya berwarna hampir sama dengan beberapa babi yang pernah lewat di dekatku-sambil tertawa terbahak-bahak memainkan senjata mereka. Dan aku hanya bisa melihat tanpa mampu menolong, bahkan berteriak monta tolong. Ini benar-benar menyiksa.

Pernah suatu saat aku melihat seorang anak kecil bermain-main agak jauh dariku. Bocah kecil yang cantik. Namun tawanya segera berganti menjadi teriakan ngeri orang-orang di sekitarnya. Bagaimana tidak. Para tentara itu menembaknya tanpa ampun. Lalu tubuh kecil yang malang itu digeletakkan begitu saja. Tak ada orang yang bisa mendekatinya karena siapapun yang mendekat selalu diberondong dengan tembakan hampir tanpa jeda. Entah apa maunya. Baru beberapa waktu kemudian...aku tahu bahwa para tentara itu menggunakan tubuh bocah kecil yang manis itu sebagai makanan bagi beberapa ekor anjing, yang kemungkinan besar adalah milik mereka. Dengan lahap mereka mengoyak dan menyantap tubuh bocah itu. Siapapun yang melihat hal ini pasti bergetar hatinya, bergemuruhlah dadanya, terpompalah darahnya, mual perutnya, atau bahkan pingsan...hemm...kecuali para tentara itu, mungkin. Ini adalah pemandangan terkeji yang kulihat selama ini.

Apakah anjing itu akan bersaksi di akhirat nanti?
Aku ingin sekali berada di barisan paling depan untuk bersaksi pada Allah tentang ini semua. Aku muak berdiam diri. Aku muak terus begini. AKu ingin melakukan sesuatu.

Seekor anjing datang mendekatiku. Ia mendekatkan moncongnya padaku. Menijikkan. Sesaat kemudian aku merasakan panas di sekujur tubuhku. Basah. Rupanya anjing itu mengencingiku. Ia kemudian berlalu. Geram rasanya.

Begitulah hari-hariku.

Dan hari ini, entah mengapa aku tak melihat sosok tentara-tentara itu beserta para anjing mereka. Apakah serangan telah usai? Aku tak tahu. AKu masih tergeletak di tempatku. Ah, tidak juga. Aku telah bergeser beberapa senti dari tempatku yang dulu.

Kulihat orang-orang lalu-lalang di dekatku. memunguti...entah apa. Mungkin barang-barang yang bisa mereka gunakan.

"Tentara-tentara itu benar-benar tak menyisakan apa-apa untuk kita"
Kudengar salah seorang dari mereka berucap.

"Apa yang kau harapkan dari tentara-tentara biadab itu? Sekarung tepung untuk membuat roti? Kau jangan mimpi! Selesaikan saja tugasmu! Hei, anak-anak...berhentilah mengambili kerikil-kerikil itu! Kalian hanya membuat tangan kalian kotor!"
Satu suara lain terdengar.

"Tak apa, Ayah. Kerikil-kerikil ini akan kami lemparkan ke wajah tentara-tentara Israel yang tak tahu malu itu! Biar mereka tahu rasanya berdarah!" celetuk seorang anak perempuan nan cantik.

Matanya seakan berkilat saat mengucapkan kata-kata tersebut.

Ia lalu berjalan-jalan di dekatku, memunguti beberapa kerikil yang berserakan. Saat tangannya penuh, ia berikan ke aadik laki-lakinya yang jauh lebih kecil darinya atau ke teman laki-lakinya. Aku berharap ia akan memungutku juga. Aku ingin menjadi bagian dari perjuangan ini.

Gadis kecil itu pun mendekatiku lalu dengan pelan ia memungutku juga. Alhamdu lillah....
Semoga apa yang ia katakan benar...semoga sebentar lagi aku akan merasakan nikmatnya mendarat di wajah tentara-tentara itu. Semoga....
_____________________________________________________________________________

Buat YuNi SaiPah...telah kupenuhi tantanganmu....
Untuk yang lain, semoga bermanfaat...afwan kalo rada lebay...hehehhe...maklum, amatiran...
Hohoho

Tuesday, February 3, 2009

Tragis: UPACARA BENDERA!!! >_<#

Alkisah, berangkatlah seorang SyiFa dengan tergopoh-gopoh dengan menaiki Supra X 125 miliknya. Ia melaju kencang dengan sepeda motornya itu. Ke manakah dia? Ia sedang menuju kampus UM tercinta (masa, sih? Kayaknya ga gitu2 amath :P). Pagi ini ia harus mengajar Bahasa Arab untuk mahasiswi Fakultas Teknik dalam program yang diadakan oleh FUSI-Teknik bernama Studi Bahasa Arab. Karena harus menyeterika jilbab hitam-putih satu-satunya, ia pun berangkat sedikit terlambat pagi itu. Tak ada masalah saat mengajar Bahasa Arab di tempat tersebut.

SyiFa pun melaju dari UM menuju tempat Praktek Pengamalan Lapangannya di MTsN I Malang. Sesuai dengan pembagian tugas pada hari Sabtu minggu lalu, hari Senin ini ia bertugas untuk stand by di lobby MTs. Pada hari biasanya, guru-guru PPL langsung menempati tempat tugas yang telah diamanahkan. Namun pagi ini ia tercengang. Semua orang berkumpul di lapangan. Ada apakah gerangan? SyiFa mengendus motif-motif yang tidak biasa di sana, UPACARA!!!!!! TIDAAAAAAAAAKKKK!!!!! Paniklah seorang SyiFa karena semua guru PPL wajib mengikuti upacara bendera di lapangan MTs. Wadaw, bukan apa-apa. Hal ini dikarenakan SyiFa adalah seorang pembangkang demokrasi, seorang yanng murtad dari nasionalisme. Maka dari itu, baginya...mengikuti upacara bendera sama saja dengan bunuh diri. Bagaimana bisa dia mengikutinya? Memberikan penghormatan hanya untuk sebuah bendera??? Nehi!!! SyiFa tidak sudi!

Namun, apa yang bisa diperbuat? SyiFa hanya bisa meratapi nasibnya. Semua guru PPL WAJIB mengikuti upacara bendera!!! SyiFa tidak punya pilihan. Dengan menitipkan tas yang berisi laptop kesayangannya di Ruang Tata Usaha. Ia pun berlari menuju lapangan. Oh, tidak!!! Dengan penuh penderitaan, SyiFa menjalani menit demi menit di lapangan. Hingga tiba saatnya: PENGIBARAN BENDERA!!! Aaarrgghhh....ingin rasanya SyiFa lari dari tempat itu. Dan dengan konyolnya....SyiFa menunduk. SyiFa menolak memberi penghormatan pada sebuah BENDERA!!!! Buat apa?! SyiFa memandang lantai hingga penghormatan berakhir. Namun, SyiFa masih harus terus mengikuti upacara tersebut hingga berakhir. Allah....AstaghfiruLlah...AstaghfiruLlah...AstaghfiruLlah...wa atuubu ilaihi...
MasyaaLlah...andaikan ada cara untuk menghindarinya....ada ide?

About Us

Open for public discussion about Syari'ah n Khilafah

Please contact us at




Facebook: Bright Thinker

Twitter: Sheefaulcolby