Monday, August 24, 2009

Khilafah Rasyidah yang Telah Dijanjikan dan Tantangan-tantangannya


Peristiwa paling agung dalam sejarah umat manusia sejak nabi Adam as hingga awal tahun pertama sejak hijrahnya Nabi Muhammad saw ke Madinah al-Munawarah, setelah Beliau diangkat menjadi Rasul, adalah peristiwa berdirinya Daulah Islamiyah. Karena peristiwa itu merupakan hentakan sangat kuat yang gaungnya mengguncang dunia berserta umat manusia yang ada di dalamnya.

Berdirinya kembali Khilafah Rasyidah kedua yang telah dijanjikan pasti akan berdiri, juga akan menjadi peristiwa paling agung sejak masa berdirinya Daulah Islamiyah pertama itu hingga masa kita sekarang. Dengan berdirinya kembali Khilafah Rasyidah kedua itu, akan terjadi guncangan dahsyat, persis seperti apa yang terjadi saat berdirinya Daulah Islamiyah pertama, karena gaungnya akan meliputi seluruh manusia yang ada di muka bumi ini.

Akan tetapi, peristiwa agung satu-satunya itu tidak akan pernah terbebas dari berbagai tantangan yang menghadang sejak awal mula berdirinya. Hal itu persis seperti yang dialami oleh Daulah Islamiyah pertama, yang tidak luput dari berbagai tantangan dan kesulitan besar yang berdiri menghadang jalan pendiriannya, penegakkannya, kelahirannya, dan pancaran cahayanya.

Setiap pemikiran baru yang ingin diwujudkan dalam bentuk praktis secara riil, atau yang dengannya hendak dilakukan perubahan terhadap berbagai tradisi dan pemikiran yang ada, pasti tidak bebas dari berbagai tantangan besar yang menghadangnya. Lalu bagaimana jika perkara itu adalah kelahiran Daulah Islamiyah yang ditakuti oleh seluruh “kader” pengusung kekufuran, berserta seluruh negara dan institusi fisiknya yang ada di muka bumi ini?

Para Nabi dan Rasul telah menghadapi berbagai tantangan yang enggan dipikul oleh gunung-gunung yang kokoh sekali pun. Hal itu terjadi di tengah upaya para Nabi dan Rasul menghadapi realita yang rusak, dengan menggunakan pemikiran yang kuat dan tertunjuki. Dan di antara para Nabi dan Rasul itu yang paling besar tantangannya adalah utusan untuk umat ini yaitu Muhammad saw.

Sebelum berdirinya Daulah Islamiyah, yaitu selama tahapan dakwah, Rasulullah saw menghadapi berbagai tantangan besar. Beliau bersama para sahabatnya berhasil melampaui tantangan tersebut, dengan bekal keimanan dan kesabaran serta berkat pertolongan dari Allah Swt yang diturunkan kepada mereka, menuju suatu kebaikan. Akan tetapi kebaikan itu belum juga aman dan belum juga segera tersebar ke luar, meski pemimpinnya adalah manusia terbaik dan disertai oleh generasi manusia-manusia terbaik di muka bumi ini.

Rasul saw di Madinah al-Munawarah menghadapi lebih dari satu kali upaya penghancuran. Yaitu dalam peperangan Badar al-Kubra dan dalam peperangan Khandaq. Rasul saw juga menghadapi permusuhan yang dilancarkan pihak Quraisy berserta kabilah-kabilah Arab yang mengelilingi Madinah. Rasul saw juga pernah menghadapi embargo ekonomi dan permusuhan secara ide dalam segala bentuknya.

Rasul saw juga menghadapi berbagai masalah dan tantangan di dalam negeri, seperti masalah penyediaan bahan makanan, pengadaan persenjataan, aktivitas untuk menciptakan stabilitas dalam negeri, upaya melebur berbagai kabilah dalam wadah Islam, upaya menyelesaikan berbagai bentuk kerusakan warisan sistem sebelumnya, dan kesulitan-kesulitan lainnya. Seandainya Allah Swt tidak menolong kelompok orang Mukmin dan yang bersamanya adalah penghulu para Nabi dan Rasul, pastilah kelompok orang-orang Mukmin itu akan tercerabut dari muka bumi ini hingga akar-akarnya dan tidak akan pernah kembali lagi.

Sebelum kami mulai memaparkan contoh-contoh tantangan dan kesulitan yang akan dihadapi dan akan menghadang di hadapan Daulah Islamiyah yang telah dijanjikan, terlebih dahulu perhatian para pengemban dakwah harus diarahkan kepada satu perkara yang penting. Yaitu bahwa Khilafah dan perjalanannya setelah berdiri tidak akan tersebar dengan cepat dan gampang. Akan tetapi justru akan berat. Tantangan-tantangannya juga akan besar sebagaimana besarnya taraf keagungan peristiwa agung itu serta kadahsyatan bahayanya terhadap sistem-sistem kufur, ideologi dan negara-negaranya yang telah usang.

Tidak berlebihan jika kami katakan bahwa reaksi negara-negara kufur itu akan sampai pada tingkat reaksi orang yang mempertahankan diri dari kematian dan orang yang sedang menjaga eksistensi dirinya. Reaksi mereka itu akan terang-terangan, menantang, dan keras dalam semua cara yang dimiliki oleh kaum kafir dan dalam berbagai medan.

Pemaparan tentang berbagai tantangan yang besar dan keras ini, bukan berarti meremehkan daulah atau mengecilkan kemampuan daulah untuk menghadapinya. Akan tetapi maknanya adalah mewujudkan persiapan dan menyiapkan diri. Juga menyusun strategi secara pemikiran dan praktis yang bisa membantu kita dalam mempersiapkan peristiwa agung itu dan menghadapi bahaya, serta tantangan yang menghadangnya. Hal itu sama persis sebagaimana yang telah dipersiapkan oleh para pengemban dakwah sebelumnya. Maknanya adalah pengkajian dalam bentuk pemikiran secara sempurna, dalam detil rincian tata cara perjuangan sebelum berdirinya daulah. Juga tentang konstitusi yang dengannya daulah akan memerintah sesuai dengan sistem-sistemnya, baik politik, ekonomi, pergaulan, dan lainnya.

Tantangan-tantangan dan kesulitan-kesulitan yang mungkin muncul setelah berdirinya daulah tidak kurang urgensinya dari tantangan dan kesulitan yang ada sebelum berdirinya daulah. Bahkan seperti yang telah kami katakan, tantangan dan kesulitan setelah berdirinya daulah, justru lebih dari tantangan-tantangan sebelum berdiri daulah baik dalam jumlah maupun bentuk.

Tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh Daulah Islamiyah ada dua jenis. Masing-masing jenis memiliki beberapa turunan. Sesuai dengan kemampuan yang ada, kami akan menyebutkannya disertai dengan penjelasan dan perincian. Kemudian akan kami paparkan hasil ijtihad kami untuk menghadapi, menangkal dan menolak, dan berikutnya tentu untuk bisa mengalahkan berbagai tantanan itu dan mengungguli berbagai kekuatan kebatilan dan permusuhan yang berdiri di belakang berbagai tantangan itu.

Jenis tantangan pertama adalah tantangan luar negeri. Tantangan ini utamanya ada tiga:

Pertama, perang fisik dengan segala bentuk dan jenisnya serta segala turunannya.

Kedua, politik pendistorisan dan penyesatan serta perang pemikiran dengan segala macamnya.

Ketiga, embargo baik secara politik, pemikiran maupun ekonomi.

Adapun jenis tantangan dan kesulitan yang kedua adalah tantangan-tantangan dan kesulitan-kesulitan dari dalam negeri. Yaitu kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh negara dan orang-orang yang mengatur berbagai urusan negara, serta secara umum dihadapi oleh seluruh rakyat yang hidup di bawah kekuasaan negara. Jenis tantangan ini di antaranya ada yang berkaitan dengan luar negeri seperti para politisi yang menjadi antek asing sebagai warisan sistem sebelumnya. Di antaranya ada yang berkaitan dengan keterbatasan kemampuan dibandingkan dengan besarnya tantangan. Di antaranya juga ada yang berkaitan dengan tingkat kesadaran dan pemahaman yang dimiliki umat dan hal-hal lain yang menjadi sebab kesulitan-kesulitan itu.

Secara umum tantangan-tantangan dalam negeri dapat dibatasi dalam lima perkara, yang darinya bisa dirinci bentuk-bentuk lain yang berhubungan dan menjadi turunannya. Kelima perkara itu adalah:

1. Aktivitas mobilisasi secara pemikiran maupun maknawi untuk menghadapi akibat-akibat peperangan dengan segala jenisnya.

2. Keterbatasan kemampuan dibandingkan dengan besarnya tantangan dalam negeri dan luar negeri. Perkara ini berkaitan dengan masalah peningkatan persenjataan dan berbagai persiapan secara militer.

3. Penerapan Islam secara revolusioner dan berbagai kesulitan yang menghadang, khususnya di masa awal.

4. Pemberantas berbagai realita rusak warisan sistem sebelumnya dan aktivitas perombakan bentuk kerusakan dalam segala seginya baik politik, ekonomi, maupun sosial. Perkara ini memiliki empat cabang:

a. Pendidikan dan kurikulum

b. Pers dan media massa

c. Mata uang dan berbagai mata uang yang beredar

d. Pribadi-pribadi penguasa dan para pegawai yang bermasalah dan berbagai kerusakan yang diakibatkan warisan sistem sebelumnya dalam bidang pemerintahan, peradilan, atau keuangan.

Inilah tantangan-tantangan dan kesulitan-kesulitan utama, baik dari luar negeri maupun dalam negeri, yang akan dihadapi daulah. Saya akan memaparkan masalahnya disertai dengan pembahasan, analisis, dan penjelasan. Saya akan merumuskan solusi syar’i untuk menyelesaikan masalah itu, jika memang ada solusi syar’i yang digali dari dalil-dalil yang rinci. Atau saya akan berusaha merumuskan solusi-solusi politis administratif berkaitan dengan berbagai cara dan sarananya.

Perkara ini seperti yang sudah saya sebutkan merupakan pintu persiapan dan upaya untuk mengambil hukum sebab musabab. Hal itu tentu saja disertai dengan keimanan dan keyakinan bahwa kemenangan pada akhirnya akan berada di pihak umat Islam melalui pengaturan Daulah Islamiyah.

Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari ni‘mat. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (TQS. Al-Hajj [22]: 38-39)

Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (TQS. Ar-Rûm [30]: 47)

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi (TQS al-Qashash [28]: 5-6)

Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat) (TQS. Ghâfir [40]: 51)

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan mene-guhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (TQS. An-Nûr [24]: 55)

Kami memohon kepada Allah Swt agar menjadikan ini sebagai pengetahuan baru yang akan menambah perbendaharaan pengetahuan para pengemban dakwah agar mereka mengaktifkan akal dan pemikiran mereka untuk melakukan kreasi dan pengkajian dalam masalah yang sangat penting ini. Sebagaimana kami memohon kepada Allah Swt agar menuntun kami dalam berijtihad kepada kebenaran. Dan kami juga memohon kepada Allah Swt agar pengetahuan ini memberikan manfaat kepada saudara-saudara kami para pengemban dakwah pada tahapan ini dan nanti setelah Daulah Khilafah Islamiyah Rasyidah Kedua tegak kembali dalam waktu dekat dengan seizin Allah Swt.

Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan Dengan Ru’yatul Hilal

Sebagai bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan, bulan Ramadhan selalu dinantikan kehadirannya oleh umat Islam. Namun sayangnya, momentum penting itu hampir selalu diwarnai perbedaan di antara umat Islam dalam mengawali dan mengakhirinya. Patut dicatat, problem tersebut itu tidak hanya terjadi di tingkat nasional, namun juga dunia Islam pada umumnya. Bagaimana kita menyikapi perbedaan tersebut?



Sabab Pelaksanaan Puasa: Ru’yah Hilal

Telah maklum bahwa puasa Ramadhan merupakan ibadah yang wajib ditunaikan setiap mukallaf. Allah Swt berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu (QS al-Baqarah [2]: 183-185).

Rasulullah saw bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Islam dibangun atas lima perkara: kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji, dan berpuasa Ramadhan (HR al-Bukhari no. 7; Muslim no. 21; al-Nasa’i no. 4915; Ahmad no. 4567, dari Ibnu Umar ra ).

Berdasarkan ayat dan Hadits ini, serta dalil-dalil lainnya, puasa Ramadhan merupakan suatu ibadah yang wajib ditunaikan. Sebagai layaknya ibadah, syara’ tidak hanya menjelaskan status hukumnya –bahwa puasa Ramadhan adalah fardhu ‘ain–, tetapi juga secara gamblang dan rinci menjelaskan tentang tata cara pelaksanaannya, baik berkenaan dengan al-sabab, al-syarth, al-mâni’, al-shihah wa al-buthlân, dan al-‘azhîmah wa al-rukhshah-nya.

Berkenaan dengan sabab (sebab dilaksanakannya suatu hukum) puasa Ramadhan, syara’ menjelaskan bahwa ru’yah al-hilâl merupakan sabab dimulai dan diakhirinya puasa Ramadhan. Apabila bulan tidak bisa diru’yah, maka puasa dilakukan setelah istikmâl bulan Sya’ban. Ketetapan ini didasarkan banyak dalil. Beberapa di antaranya adalah Hadits-hadits berikut:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ

Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian tersamar (terhalang), maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi 30 hari (HR. Bukhari no. 1776 dari Abu Hurairah).

إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ

Apabila kamu melihatnya (hila)l, maka berpuasalah; dan apabila kamu melihatnya, maka berbukalah. Jika ada mendung menutupi kalian, maka hitunglah (HR al-Bukhari no. 1767 dari Abu Hurairah)

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ

Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian terhalang mendung, maka hitunglah tiga puluh bulan hari (HR Muslim no.1810, dari Abu Hurairah ra.)

لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ

Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya, jika kalian terhalangi awan, maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tiga puluh hari (HR. Bukhari no. 1773, Muslim no. 1795, al-Nasai no. 2093; dari Abdullah bin Umar ra.).

لاَ تُقَدِّمُوا الشَّهْرَ بِصِيَامِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ شَيْءٌ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ وَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ثُمَّ صُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ حَالَ دُونَهُ غَمَامَةٌ فَأَتِمُّوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ ثُمَّ أَفْطِرُوا وَالشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ

Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang di antara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari (HR. Abu Dawud no. 1982, al-Nasa’i 1/302, al-Tirmidzi 1/133, al-Hakim 1/425, dari Ibnu Abbas dan di shahih kan sanadnya oleh al-Hakim dan disetujui oleh al-Dzahabi.)

إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ

Sesungguhnya bulan itu ada dua puluh sembilah hari, maka janganlah kalian berpuasa hingga melihatnya. Dan janganlah kalian berbuka hingga melihatnya. Apabila mendung menutupi kalian, maka perkirakanlah.” (HR. Muslim 1797, HR Ahmad no. 4258, al-Darimi no. 1743, al-Daruquthni no. 2192, dari Ibnu Umar ra).

Berdasarkan Hadits-hadits tersebut, para fuqaha berkesimpulan bahwa penetapan awal dan akhir Ramadhan didasarkan kepada ru’yah al-hilâl. Imam al-Nawawi menyatakan, “Tidak wajib berpuasa Ramadhan kecuali dengan melihat hilal. Apabila mereka tertutup mendung, maka mereka wajib menyempurnakan Sya’ban (menjadi tiga puluh hari), kemudian mereka berpuasa.[1]

Ali al-Shabuni berkata, “Bulan Ramadhan ditetapkan dengan ru’yah hilal, meskipun berasal dari seroang yang adil atau dengan menyempurnakan hitungan Sya’ban menjadi tiga puluh hari; dan tidak dianggap dengan hisab dan astronomi; berdasarkan sabda Rasulullah saw. ‘Shumû li ru’yatihi wa afthirû li ru’yatihi…”.[2]

Menurut pendapat Jumhur, kesaksian ru’yah hilal Ramadhan dapat diterima dari seorang saksi Muslim yang adil.[3] Ketetapan itu didasarkan oleh beberapa Hadits Nabi saw. Dari Ibnu Umar ra:

تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

Orang-orang melihat hilal, kemudian saya sampaikan Rasulullah saw, “Sesungguhnya saya melihatnya (hilal). Kemudian beliau berpuasa dan memrintahkan orang-orang untuk berpuasa (HR Abu Dawud no. 1995; al-Darimi no, 1744; dan al-Daruquthni no. 2170).

Dalam Hadits ini, Rasulullah saw berpuasa dan memerintahkan umat Islam untuk berpuasa berdasarkan kesaksian Ibnu Umar ra. Itu artinya, kesaksian seorang Muslim dalam ru’yah hilah dapat diterima.

Dari Ibnu Abbas bahwa:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ أَنْ يَصُومُوا غَدًا

Telah datang seorang Arab Badui kepada Nabi Muhammad saw kemudian berkata, “Sungguh saya telah melihat hilal¤. Rasulullah bertanya, “Apakah anda bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah?” Orang tersebut menjawab, “Ya”. Lalu Rasulullah bersabda, “Wahai Bilal, umumkan kepada manusia (khalayak) agar mereka berpuasa besok.” (HR Imam yang lima, disahihkan oleh Khuzaimah & Ibnu Hiban).

Dalam Hadits tersebut dikisahkan, Rasulullah saw tidak langsung menerima kesaksian seseorang tentang ru’yah. Beliau baru mau menerima kesaksian ru’yah orang itu setelah diketahui bahwa dia adalah seorang Muslim. Andaikan status Muslim tidak menjadi syarat diterimanya kesaksian ru’yah Ramadhan, maka Rasulullah saw tidak perlu melontarkan pertanyaan yang mempertanyakan keislamannya


Tidak Terikat dengan Mathla’

Persoalan berikutnya adalah mathla’ (tempat lahirnya bulan). Sebagian ulama Syafi’iyyah berpendapat, jika satu kawasan melihat bulan, maka daerah dengan radius 24 farsakh dari pusat ru’yah bisa mengikuti hasil ru’yat daerah tersebut. Sedangkan daerah di luar radius itu boleh melakukan ru’yah sendiri, dan tidak harus mengikuti hasil ru’yat daerah lain.

Pendapat tersebut disandarkan kepada Hadits yang diriwayatkan dari Kuraib:

أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بَعَثَتْهُ إلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ فَقَالَ : فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ ، ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ : مَتَى رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ ؟ فَقُلْتُ : رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ، فَقَالَ : أَنْتَ رَأَيْتَهُ ؟ فَقُلْتُ : نَعَمْ ، وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ ، فَقَالَ : لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ أَوْ نَرَاهُ ، فَقُلْتُ : أَلَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ ؟ فَقَالَ : لَا ، هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Bahwa Ummul Fadl telah mengutusnya untuk menemui Muawiyyah di Syam. Kuraib berkata, “Aku memasuki Syam lalu menyelesaikan urusan Ummul Fadhl. Ternyata bulan Ramadhan tiba sedangkan aku masih berada di Syam. Aku melihat hilal pada malam Jumat. Setelah itu aku memasuki kota Madinah pada akhir bulan Ramadhan. Ibnu ‘Abbas lalu bertanya kepadaku dan menyebut persoalan hilal’. Dia bertanya, ‘Kapan kalian melihat hilal?’ Aku menjawab, ‘Kami melihatnya pada malam Jum’at.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah kamu sendiri melihatnya?’ Aku jawab lagi, ‘Ya, dan orang-orang juga melihatnya. Lalu mereka berpuasa, begitu pula Muawiyyah.’ Dia berkata lagi, ‘Tapi kami (di Madinah) melihatnya pada malam Sabtu. Maka kami terus berpuasa hingga kami menyempurnakan bilangan tiga puluh hari atau hingga kami melihatnya.’ Aku lalu bertanya, ‘Tidak cukupkah kita berpedoman pada ru’yat dan puasa Muawiyyah?’ Dia menjawab, ‘Tidak, (sebab) demikianlah Rasulullah Saw telah memerintahkan kepada kami’. ( HR. Muslim no. 1819; Abu Dawud no. 1985; al-Tirmidzi 629; al-Nasa’i no. 2084; Ahmad no. 2653).

Hadits yang diriwayatkan Kuraib ini dijadikan sebagai dalil bagi absahnya perbedaan awal dan akhir Ramadhan karena perbedaan mathla’. Apabila dikaji lebih teliti, sesungguhnya pendapat ini mengandung sejumlah kelemahan. Di antaranya:

Pertama, dalam Hadits ini terdapat syubhat, apakah Hadits ini tergolong Hadits marfû’ atau mawqûf. Ditilik dari segi lafazhnya, perkataan Ibnu ‘Abbas, “Hakadzâ amaranâ Rasûlullâh saw” (demikianlah Rasulullah saw memerintahkan kepada kami), seolah-olah menunjukkan sebagai Hadits marfû’. Namun jika dikaitkan dengan munculnya perkataan itu, kesimpulan sebagai Hadits marfu’ perlu dipertanyakan.

Jika dicermati, perkataan “Lâ, hakadzâ amaranâ Rasûlullâh saw” merupakan jawaban Ibnu Abbas atas pertanyaan Kuraib dalam merespon suatu peristiwa yang terjadi pada masa beliau. Yakni terjadinya perbedaan antara penduduk Madinah dan penduduk Syam dalam mengawali puasa. Penduduk Syam melihat hilal pada malam Jumat, sementara penduduk Madinah melihatnya pada malam Sabtu. Ketika kejadian itu ditanyakan kepada Ibnu Abbas, mengapa penduduk Madinah tidak mengikuti ru’yah penduduk Syam saja, kemudian keluarlah jawaban Ibnu Abbas tersebut.

Bertolak dari kisah tersebut, maka ke-marfu-an Hadits ini perlu dipertanyakan: “Apakah peristiwa serupa memang pernah terjadi pada masa Rasulullah saw dan demikianlah keputusan beliau saw dalam menyikapi perbedaan itu?” “Ataukah itu merupakan kesimpulan Ibnu Abbas atas sabda Rasulullah saw mengenai penentuan awal dan akhir Ramadhan, sehingga perkataan Ibnu Abbas itu adalah penerapan hasil ijtihad beliau terhadap kasus ini?”

Di sinilah letak syubhat Hadits ini, apakah tergoloh marfû’ atau mawqûf. Agar lebih jelas, kita bisa membandingkan Hadits ini dengan Hadits lain yang tidak mengandung syubhat, yang sama-sama menggunakan ungkapan “amaranâ Rasûlullâh saw”. Hadits dari Ibnu Umar yang berkata:

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

Rasulullah saw memerintahkan kami dalam zakat fithri agar ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang untuk shalat (HR Abu Dawud).

Hadits ini tidak diragukan sebagai Hadits marfû’. Sebab, Hadits ini berisi sebuah ketentuan hukum atas suatu perbuatan. Berbeda halnya dengan Hadits Ibnu Abbas di atas, yang berisi jawaban beliau mengenai suatu kasus yang terjadi masa beliau. Tampak bahwa perkataan Ibnu Abbas tersebut merupakan ijtihad beliau dalam menyikapi kejadian yang terjadi pada saat itu. Kesimpulan demikian juga disampaikan oleh sebagian ulama, seperti al-Syaukani yang menggolongkan Hadist ini sebagai ijtihad Ibnu Abbas.[4]

Sebagai sebuah ijtihad, kaum Muslim diperbolehkan untuk taklid kepada ijtihad Ibnu Abbas. Namun jika untuk dijadikan sebagai dalil syara’, yang darinya digali hukum-hukum syara’, jelas tidak diperbolehkan. Sebab, sahabat bukanlah orang yang ma’shum. Ijtihadnya tidak termasuk dalam dalil syara’.[5]

Kedua, jika dalam Hadits ini kaum Muslim diizinkan untuk mengikuti ru’yah di masing-masing daerahnya, pertanyaan yang muncul adalah: “Berapa jarak minimal antara satu daerah dengan daerah lainnya yang mereka diperbolehkan berbeda?” “Jika dalam Hadits ini jarak antara Madinah dengan Syam diperbolehkan bagi penduduknya untuk berbeda mengawali dan mengakhiri puasa, bagaimana jika jaraknya lebih dekat?” Hadits ini juga tidak memberikan jawabannya. Oleh karena itu, para ulama yang mengamalkan Hadits Kuraib ini pun berbeda pendapat mengenai jarak minimalnya.

Ada yang menyatakan, jarak yang diperbolehkan berbeda puasa itu adalah perbedaan mathla’. Ini ditegaskan oleh ulama Iraq dan dibenarkan oleh al-Nawawi dalam al-Rawdhah dan Syarh al-Muhadzdzab. Ada pula yang menggunakan ukuran jarak mengqashar shalat. Hal ini ditegaskan Imam al-Baghawi dan dibenarkan oleh al-Rafi’i dalam al-Shaghîr dan al-Nawawi dalam Syarh al-Muslim. Lainnya mendasarkan pada perbedaan iklim. Dan sebagainya. Patut dicatat, semua batasan jarak itu tidak ada yang didasarkan pada nash yang sharih.

Bertolak dari dua alasan itu, maka Hadits Kuraib tidak bisa dijadikan sebagai dalil bagi absahnya perbedaan penetapan awal dan akhir puasa berdasarkan perbedaan mathla’. Dalam penetapan awal dan akhir puasa akan lebih tepat jika menggunakan dalil-dalil Hadits yang jelas marfu’ kepada Nabi saw. Imam al-Amidi mengatakan, “Hadits yang telah disepakati ke-marfu’-annya lebih dikuatkan daripada hadits yang masih diperselisihkan ke-marfu’-annya. Hadits yang dituturkan dengan lafadz asli dari Rasulullah Saw lebih dikuatkan daripada hadits yang diriwayatkan bil makna.”[6]

Berkait dengan Hadits dari Ibnu Abbas, terdapat Hadits yang diriwayatkan oleh beliau sendiri yang tidak diragukan ke-marfu’-annya, seperti Hadits:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَصُومُوا قَبْلَ رَمَضَانَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ حَالَتْ دُونَهُ غَيَايَةٌ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا

Dari Ibnu ‘Abbas ra yang berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian berpuasa sebelum Ramadhan. Berpuasalah karena melihatnya dan berkulah karena melihatnya. Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari.” (HR al-Tirmidzi no. 624; Ibnu Hibban no. 2301)

Juga Hadits-hadits lainnya yang tidak diragukan ke-marfu’-annya. Dalam Hadits-Hadits itu kaum Muslim diperintahkan untuk berpuasa dan berbuka karena adanya ru’yah hilal. Semua perintah dalam Hadits tersebut berbentuk umum. Hal itu terlihat seruan Hadits-Hadits itu yang menggunakan kata shûmû dan afthirû (dhamîr jamâ’ah, berupa wâwu al-jamâ’ah). Pihak yang diseru oleh Hadits tersebut adalah seluruh kaum Muslim. Karena berbentuk umum, maka seruan hadits ini berlaku umum untuk seluruh kaum Muslim, tanpa ada perbedaan antara orang Syam dengan orang Hijaz, antara orang Indonesia dengan orang Irak, orang Mesir dengan Pakistan.

Demikian juga, kata li ru’yatihi (karena melihatnya). Kata ru’yah adalah ism al-jins. Ketika ism al-jins itu di-mudhaf-kan, termasuk kepada dhamîr (kata ganti), maka kata itu termasuk dalam shighah umum, [7] yang memberikan makna ru’yah siapa saja. Itu berarti, apabila sudah ada yang melihat hilal, siapa pun dia asalkan Muslim yang adil, maka kesaksian itu mewajibkan kepada yang lain untuk berpuasa dan berbuka. Terlihatnya hilal Ramadhan atau hilal Syawal oleh seorang Muslim di mana pun ia berada, maka ru’yah itu mewajibkan kepada seluruh kaum Muslim untuk berpuasa dan berbuka, tanpa terkecuali. Tidak peduli apakah ia tinggal di negeri yang dekat atau negeri yang jauh dari tempat terjadinya ru’yah.

Imam al-Syaukani menyatakan, “Sabda beliau ini tidaklah dikhususkan untuk penduduk satu daerah tertentu tanpa menyertakan daerah yang lain. Bahkan sabda beliau ini merupakan khitâb (seruan) yang ditujukan kepada siapa saja di antara kaum Muslim yang khitab itu telah sampai kepadanya. ‘Apabila penduduk suatu negeri telah melihat hilal, maka (dianggap) seluruh kaum Muslim telah melihatnya. Ru’yah penduduk negeri itu berlaku pula bagi kaum Muslim lainnya’.”

Imam al-Syaukani menyimpulkan, “Pendapat yang layak dijadikan pegangan adalah, apabila penduduk suatu negeri telah melihat bulan sabit (ru’yatul hilal), maka ru’yat ini berlaku pula untuk seluruh negeri-negeri yang lain.”[8]

Imam al-Shan’ani berkata, “Makna dari ucapan ‘karena melihatnya’ adalah “apabila ru’yah didapati di antara kalian”. Hal ini menunjukkan bahwa ru’yah pada suatu negeri adalah ru’yah bagi semua penduduk negeri dan hukumnya wajib.”[9]

Pemahaman tersebut juga dikuatkan oleh beberapa Hadits yang menunjukkan tidak berlakunya perbedaan mathla’. Diriwayatkan dari sekelompok sahabat Anshor:

غُمَّ عَلَيْنَا هِلَالُ شَوَّالٍ فَأَصْبَحْنَا صِيَامًا فَجَاءَ رَكْبٌ مِنْ آخِرِ النَّهَارِ فَشَهِدُوا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ رَأَوْا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُفْطِرُوا مِنْ يَوْمِهِمْ وَأَنْ يَخْرُجُوا لِعِيدِهِمْ مِنْ الْغَدِ

Hilal bulan Syawal tertutup oleh mendung bagi kami sehingga kami tetap berpuasa pada keesokan harinya. Menjelang sore hari datanglah beberapa musafir dari Mekkah ke Madinah. Mereka memberikan kesaksian di hadapan Nabi saw bahwa mereka telah melihat hilal kemarin (sore). Maka Rasulullah saw memerintahkan mereka (kaum Muslim) untuk segera berbuka dan melaksanakan sholat ‘Ied pada keesokan harinya (HR. Ahmad dishahihkan oleh Ibnu Mundir dan Ibnu Hazm).

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan kaum Muslim untuk membatalkan puasa setelah mendengar informasi ru’yah hilal bulan Syawal dari beberapa orang yang berada di luar Madinah al-Munawarah. Peristiwa itu terjadi ketika ada serombongan orang dari luar Madinah yang memberitakan bahwa mereka telah melihat hilal Syawal di suatu tempat di luar Madinah al-Munawarah sehari sebelum mereka sampai di Madinah. Dari Ibnu ‘Abbas:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ يَعْنِي رَمَضَانَ فَقَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ فَلْيَصُومُوا غَدًا

“Datang seorang Badui ke Rasulullah SAW seraya berkata: Sesungguhnya aku telah melihat hilal. (Hasan, perawi hadits menjelaskan bahwa hilal yang dimaksud orang Badui itu adalah hilal Ramadhan). Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah?” Dia berkata, “Benar.” Beliau meneruskan pertanyaannya seraya berkata, “Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?” Dia berkata, “Ya benar.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Bilal umumkan kepada orang-orang untuk berpuasa besok.” (HR Abu Daud and al-Tirmidzi, disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Dalam Hadits tersebut, Rasulullah saw tidak menanyakan asal si saksi, apakah dia melihatnya di daerah mathla’ yang sama dengan beliau atau berjauhan. Akan tetapi beliau langsung memerintahkan kaum Muslim untuk berpuasa ketika orang yang melakukan ru’yah itu adalah seorang Muslim.

Bertolak dari beberapa argumentasi tersebut, maka pendapat yang rajih adalah pendapat yang tidak mengakui absahnya perbedaan mathla’. Pendapat ini pula yang dipilih oleh jumhur ulama, yakni dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah. Mereka tidak menganggap adanya perbedaan penentuan awal dan akhir puasa karena perbedaam mathla’.[10] Ketiga madzhab (Abu Hanifah, Maliki, Ahmad) itu berpendapat bahwa awal Ramadhan ditetapkan berdasarkan ru’yah, tanpa mempertimbangkan perbedaan mathla’.

Sayyid Sabiq menyatakan, “Menurut jumhur, tidak dianggap adanya perbedaan mathla’ (ikhtilâf al-mathâli’). Oleh karena itu kapan saja penduduk suatu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa karena sabda Rasulullah saw, ”Puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya.” Seruan ini bersifat umum mencakup seluruh ummat. Jadi siapa saja di antara mereka yang melihat hilal; di tempat mana pun, maka ru’yah itu berlaku bagi mereka semuanya.”[11]

Abdurahman al-Jaziri menuturkan, “Apabila ru’yah hilal telah terbukti di salah satu negeri, maka negeri-negeri yang lain juga wajib berpuasa. Dari segi pembuktiannya tidak ada perbedaan lagi antara negeri yang dekat dengan yang jauh apabila (berita) ru’yah hilal itu memang telah sampai kepada mereka dengan cara (terpercaya) yang mewajibkan puasa. Tidak diperhatikan lagi di sini adanya perbedaan mathla’ hilal secara mutlak. Demikianlah pendapat tiga imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Ahmad). Para pengikut madzhab Syafi’i berpendapat lain. Mereka mengatakan, ‘Apabila ru’yah hilal di suatu daerah telah terbukti, maka atas dasar pembuktian ini, penduduk yang terdekat di sekitar daerah tersebut wajib berpuasa. Ukuran kedekatan di antara dua daerah dihitung menurut kesamaan mathla’, yaitu jarak keduanya kurang dari 24 farsakh. Adapun penduduk daerah yang jauh, maka mereka tidak wajib berpuasa dengan ru’yah ini, kerana terdapat perbedaan mathla’.”[12].

Al-Qurthubi menyatakan, “Menurut madzhab Malik rahimahullah –diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dan Ibnu al-Qasim– apabila penduduk kota Basrah (Irak) melihat hilal Ramadhan, lalu berita itu sampai ke Kufah, Madinah, dan Yaman, maka wajib atas kaum Muslimin, berpuasa berdasarkan ru’yah tersebut. Atau melakukan qadha puasa jika berita itu datangnya terlambat.”[13]

Tentang pendapat madzhab Hanafi, Imam Hashfaky menyatakan, “Bahwasanya perbedaan mathla’ tidak dapat dijadikan pegangan. Begitu juga melihat bulan sabit di siang hari, sebelum dhuhur, atau menjelang dhuhur. Dalam soal ini, penduduk di wilayah Timur (benua Asia) harus mengikuti (ru’yat kaum Muslimin) yang ada di Barat (Timur Tengah), jika ru’yat mereka dapat diterima (syah) menurut Syara’ “.[14]

Tak jauh berbeda, menurut Madzhab Hanbali, apabila ru’yat telah terbukti, di suatu tempat yang jauh atau dekat, maka seluruh kaum Muslimin harus ikut melakukan puasa Ramadhan.[15]

Sebagian pengikut Madzhab Maliki, seperti Ibnu al Majisyun, menambahkan syarat, ru’yat itu harus diterima oleh seorang khalifah. “Tidak wajib atas penduduk suatu negeri mengikuti rakyat negeri lain, kecuali hal itu telah terbukti diterima oleh al-imâm al-a’dham (khalifah). Setelah itu, seluruh kaum Muslimin wajib berpuasa. Sebab, seluruh negeri bagaikan satu negeri. Dan keputusan khalifah berlaku bagi seluruh kaum Muslim” [16]

Ibnu Taimiyah dalam Majmû’ al-Fatawa berkata, “Orang-orang yang menyatakan bahwa ru’yah tidak digunakan bagi semuanya (negeri-negeri yang lain) seperti kebanyakan pengikut-pengikut madzhab Syafi’i; dan di antara mereka ada yang membatasi dengan jarak qashar shalat, ada yang membatasi dengan perbedaan mathla’ seperti Hijaz dengan Syam, Iraq dengan Khurasan”, sesungguhnya kedua-duanya lemah (dha’if) karena jarak qashar shalat tidak berkaitan dengan hilal…Apabila seseorang menyaksikan pada malam ke 30 bulan Sya’ban di suatu tempat, dekat maupun jauh, maka ia wajib berpuasa. Demikian juga kalau ia menyaksikan hilal pada waktu siang menjelang maghrib maka ia harus imsak (berpuasa) untuk waktu yang tersisa, sama saja baik satu iklim atau banyak iklim.”[17]

Jelaslah, menurut pendapat yang rajih dan dipilih jumhur, jika penduduk negeri-negeri Timur (benua Asia) jauh melihat bulan sabit Ramadhan, maka ru’yah wajib diikuti oleh kaum Muslimin yang berada di negeri-negeri belahan Barat (Timur Tengah), tanpa kecuali. Siapapun dari kalangan kaum muslimin yang berhasil melakukan ru’yatuh hilal maka ru’yah tersebut merupakan hujjah bagi orang yang tidak melihatnya. Kesaksian seorang muslim di suatu negeri tidak lebih utama dari kesaksian seorang muslim di negeri yang lain.


Akibat Nasionalisme dan Garis Batas Nation State

Patut digarisbawahi, perbedaan awal dan akhir puasa yang terjadi di negeri-negeri Islam sekarang ini bukan disebabkan oleh perbedaan mathla’ sebagaimana dibahas oleh para ulama dahulu. Pasalnya, pembahasan ikhtilâf al-mathâli’ (perbedaan mathla’) oleh fuqaha’ dahulu berkaitan dengan tempat terbit bulan. Sehingga yang diperhatikan adalah jarak satu daerah dengan daerah lainnya. Apabila suatu daerah itu berada pada jarak tertentu dengan daerah lainnya, maka penduduk dua daerah itu tidak harus berpuasa dan berbuka puasa. Sama sekali tidak dikaitkan dengan batas begara.

Berbeda halnya dengan saat ini. Perbedaan mengawali dan mengakhiri Ramadhan diakibatkan oleh pembagian dan batas-batas wilayah negeri-negeri Islam. Di setiap negeri Islam terdapat institusi pemerintah yang memiliki otoritas untuk menentukan itsbât (penetapan) awal dan akhir Ramadhan. Biasanya, sidang itsbât tersebut hanya mendengarkan kesaksian ru’yah hilal orang-orang yang berada dalam wilayah negeri tersebut. Apabila di negeri itu tidak ada seorang pun yang memberikan kesaksiannya tentang ru’yah hilal, maka langsung digenapkan, tanpa menunggu terlebih dahulu apakah di negeri-negeri lainnya –bahkan yang berada di sebelahnya sekalipun– terdapat kesaksian dari warganya yang telah melihat hilal atau belum. Hasil keputusan tersebut lalu diumumkan di seluruh negeri masing-masing. Akibatnya, terjadilah perbedaan dalam mengawali dan mengakhiri puasa Ramadhan antara negeri-negeri muslim.

Kaum Muslim di Riau tidak berpuasa bersama dengan kaum Muslim di Kuala Lumpur. Padahal perbedaan waktu antara kedua kota itu tidak sampai satu jam. Padahal, pada saat yang sama kaum Muslim di Acah bisa berpuasa bersama dengan kaum Muslim di Papua. Tentu saja ini sesuatu yang amat janggal. Penentuan awal dan akhir Ramadhan berkait erat dengan peredaran dan perputaran bumi, bulan, dan matahari. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan batas negara yang dibuat manusia dan bisa berubah-ubah. Jelaslah, perbedaan awal dan akhir puasa yang saat ini terjadi lebih disebabkan oleh batas khayal yang dibuat oleh negara-negara kafir setelah runtuhnya Daulah Khilafah Islamiyyah. Garis batas negara bangsa itu pula yang mengoyak-oyak kesatuan Muslim dalam naungan satu khilafah menjadi lebih dari lima puluh negara-negara kecil.


Khatimah

Perbedaan awal dan akhir puasa di negeri-negeri Islam hanya merupakan salah satu potret keadaan kaum Muslim. Kendati mereka satu ummat, namun secara kongkrit umat Islam terpecah-pecah. Di samping masih mengeramnya paham nasionalisme yang direalisasikan dalam bentuk nation state di negeri-negeri Islam, keberadaan khilafah sebagai pemersatu ummat Islam hingga sekarang belum berdiri (setelah khilafah Islamiyyah terakhir di Turki diruntuhkan oleh kaum kuffar). Ketiadaan khilafah inilah menjadikan kaum muslimin berpecah-pecah menjadi lebih dari lima puluh negara kecil-kecil, yang masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri.

Karena itu, solusi mendasar yang benar untuk menyelesaikan semua problematika kaum muslimin tersebut sesungguhnya ada di tangan mereka. Yaitu, melakukan upaya dengan sungguh-sungguh bersama dengan para pejuang yang mukhlish untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam dengan mengembalikan keberadaan Daulah Khilafah, mengangkat seorang khalifah untuk menyatukan negeri-negeri mereka dan menerapkan syariْat Allah atas mereka. Sehingga kaum muslimin bersama khalifah, dapat mengemban risalah Islam dengan jihad kepada seluruh ummat manusia. Dengan demikian kalimat-kalimat orang kafir menjadi rendah dan hina. Dan sebaliknya, kalimat-kalimat Allah Swt menjadi tinggi dan mulia. Kaum muslimin hidup dengan terhormat dan mulia di dunia, mendapatkan ridha Allah Swt dan mendapatkan pahalanya di akhirat nanti. Allah Swt berfirman:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan katakanlah bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah Swt) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan (QS al-Taubah [9]: 105).

WaLlâh a’lam bi al-shawâb (Lajnah Tsaqafiyyah DPP HTI).

Solusi Dua Negara Hanya Akan Memihak Zionis Israel, Bukan Palestina

Salah seorang pemimpin terkemuka gerakan Jihad Islam, Mohammed al-Hindi, mengatakan solusi dua-negara bagian bagi konflik Palestina-Israel hanya akan memihak kepentingan Tel Aviv. Dia mengatakan bahwa pemecahan tersebut hanya bermaksud untuk memaksa warga Palestina untuk meninggalkan 80 persen dari negeri bersejarah mereka untuk mendirikan negara bagian yang tidak memiliki kedaulatan dan kekuatan militer di Tepi Barat dan Gaza.

Sementara itu, al-Hindi pun menggambarkan langkah penyelesaian tersebut sebagai bagian dari percobaan lama untuk menghancurkan Palestina. Dia menyebutkan bahwa usaha keras seperti itu sudah berlangsung sejak adanya kesepakatan Oslo pada 20 Agustus 1993 dan berlanjut pada pertemuan damai Timur Tengah yang sangat disponsori AS di Annapolis, kemudian penyusunan Road Map hingga Rencana Perdamaian.

Dia menambahkan bahwa solusi dua-negara bagian itu akan menghilangkan hak-hak para pengungsi Palestina untuk kembali ke tempat tinggalnya dan juga akan menghilangkan hak-hak sah mereka atas al-Quds.

Artikel 11 dalam Resolusi 194 PBB yang ditandatangani pada 11 Desember 1948, mencantumkan adanya hak-hak warga Palestina untuk kembali ke tempat tinggalnya, dan Israel harus membayar dana kompensasi atas kepemilikan jika ada warga Palestina yang tidak ingin kembali.

Diperkirakan saat ini ada 4 juta warga Palestina yang hidup sebagai pengungsi dan tersebar di Tepi Barat, Jalur Gaza, Jordan, Siria, dan Lebanon yang seharusnya bisa menuntut hak mereka di bawah resolusi ini.

Namun, semua perjanjian, semua kesepakatan, semua solusi yang telah disetujui secara internasional itu tidak pernah memberikan sedikit pun ruang bagi warga Palestina. Rakyat Palestina tetap menjadi orang-orang yang harus menderita di negerinya sendiri.

Al-Hindi benar-benar memperlihatkan kegeramannya terhadap tindakan bangsa Yahudi yang juga telah menodai kesucian Masjid Al-Aqsa. Ia menyeru pada seluruh muslim, baik di Palestina, di negeri-negeri Arab, maupun di negeri-negeri lainnya untuk berpartisipasi menyelamatkan tempat suci kaum muslimin di Palestina.

Ia pun mengecam tindakan Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, yang tidak pernah memihak rakyatnya dan terus-menerus melakukan negosiasi dan koordinasi dengan Israel dengan dalih mencari penyelesaian konflik Palestina.(arrahmah.com, 22/8/2009)

Friday, July 31, 2009

Orang Miskin Dilarang Hamil

Keluarga miskin harus menunda dulu keinginannya mendapatkan keturunan. Pemkab Blitar telah memangkas dana bantuan persalinan ibu hamil dari keluarga miskin sehingga warga miskin yang mendapat bantuan juga berkurang.

“Kebijakan anggaran pemkab aneh karena pasangan suami istri keluarga miskin (gakin) sepertinya dilarang hamil,” ujar anggota Panitia Anggaran (Panggar) DPRD Kabupaten Blitar, Achmad Dardiri, ketika mencermati usulan perubahan anggaran dari jajaran pemkab, khususnya dinas kesehatan.

Menurut anggota FKB ini, dalam usulan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2009, dinkes justru memangkas pos anggaran bantuan perawatan ibu miskin hamil yang hanya dialokasikan sebesar Rp 55,6 juta, dari anggaran semula Rp 99,8 juta. Selain itu, anggaran untuk pertolongan ibu miskin hamil dari alokasi semula Rp 44,5 juta, dipangkas menjadi Rp 23,3 juta.

Ironisnya, pemangkasan anggaran tersebut dilakukan untuk mencukupi alokasi anggaran Asuransi Kesehatan (Askes) bagi PNS di jajaran pemkab sebesar Rp 639 juta. Padahal, berdasarkan data yang dimiliki Panggar, alokasi anggaran Askes telah menjadi temuan audit BPK pada APBD 2008.

“Besarnya temuan dalam audit BPK sama dengan besarnya usulan anggaran Askes dalam PAK senilai Rp 639 juta. Kami menduga, anggaran tersebut untuk menutupi hasil temuan tersebut,” tuturnya.

Selain pos bantuan perawatan ibu miskin hamil, beberapa pos lain di dinkes juga dipangkas untuk mencukupi anggaran sebesar Rp 639 juta yang menjadi temuan BPK dan harus disetorkan kembali ke kas daerah.

Secara terpisah, Kepala Dinkes Kabupaten Blitar dr Kuspardani ketika dikonfirmasi melalui ponselnya mengaku tidak tahu mengenai pemangkasan tersebut karena sampai saat ini pembahasan PAK APBD 2009 belum disahkan. Dia menduga, karena bantuan kesehatan bagi gakin sudah dialokasikan melalui Jamkesmas sehingga bantuan persalinan ibu dari gakin dikurangi. (Kompas.com, 31/7/2009)

Negara Islam Bukan Ilusi

Ide lama yang basi menyerang ideologi Islam, penegakan syariah Islam, Khilafah kembali muncul. Kelompok liberal Sabtu malam (18/05 ) meluncurkan buku berjudul "Ilusi Negara Islam": Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Buku setebal 322 halaman yang diterbitkan atas kerja sama Gerakan Bhineka Tunggal Ika, the Wahid Institute dan Maarif Institute .

Menurut Gus Dur studi dalam buku ini dilakukan dan dipublikasikan untuk membangkitkan kesadaran seluruh komponen bangsa khususnya para elit dan media massa tentang bahaya ideologi dan paham Islam garis keras yang di bawa ke Tanah Air oleh gerakan transnasional Timur Tengah.

Sebenarnya perdebatan transnasional tidak relevan. Persentuhan Indonesia dengan ideologi transnasional adalah hal yang tak terelakan. Bukan hanya ideologi, Indonesia juga bersentuhan dengan hal lain baik itu berupa agama, seni, budaya, bahasa, bahkan juga makanan yang bersifat transnasional. Lima agama yang diakui (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha) juga Konghu Cu, semuanya berasal dari luar Indonesia. Termasuk pula gagasan-gagasan sistem politik seperti demokrasi, bahkan istilah republik juga berasal dari Barat.

Masuknya Islam ke Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari watak 'transnasional' Islam. Adalah Sultan Muhammad I dari kekhilafahan Utsmani yang pada tahun 808H/1404M pertama kali mengirim para ulama (kelak dikenal sebagai Walisongo) untuk berdakwah ke pulau Jawa seperti Maulana Malik Ibrahim (Turki), Maulana Ishaq (Samarqand) yang dikenal dengan nama Syekh Awwalul Islam, Maulana Ahmad Jumadil Kubra (Mesir), Maulana Muhammad al-Maghrabi (Maroko) Maulana Malik Israil (Turki), Maulana Hasanuddin (Palestina), Maulana Aliyuddin (Palestina) dan Syekh Subakir dari Persia.

Keberadaan ormas-ormas Islam besar di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, juga tidak bisa dilepaskan dari persinggungan dengan dunia Islam internasional. Watak transnasional ini wajar saja mengingat Islam memang agama bagi seluruh manusia di dunia (rahmatan lil 'alamin). Tokoh-tokoh pendiri ormas itu sebagian besar belajar di Timur Tengah dan menyebarkan pemikiran-pemikiran ulama dari Timur Tengah yang menjadi pusat Islam saat itu.

Penyakit Islamophobia dan Syariahphobia sepertinya telah membutakan mata hati dan sikap rasional kelompok liberal dan pengusungnya ini. Kenapa hanya Ideologi Islam dan kelompok Islam yang mereka anggap sebagai ancaman dari luar dan bersifat transnasionalisme. Sementera itu, ide-ide liberal dan sekuler seperti demokrasi , HAM, pluralisme, ide gender, yang mereka usung yang sesungguhnya merupakan ide import (dari Barat) dan juga berwatak transnasional, tidak dianggap ancaman.

Padahal ide liberal dan sekuler ini bukan hanya mengancam, tapi telah menjadi penyebab kehancuran Indonesia dan dunia Islam. Bukankah penerapan ekonomi yang neo liberal di Indonsia dengan progam pengurangan subsidi, privatisasi, investasi asing dan pasar bebas telah menyebabkan kemiskinan dan perampokan kekayaan alam Indonesia.

Atas nama HAM, kebebasan bertingkah laku mereka merusak moralitas menjerumuskan para pemuda dalam kemaksiatan. Dengan alasan HAM, mereka minta pornografi dan pornaaksi, pengakuan terhadap kelompok gay dan lesbian dilegalkan. Sementara perda yang mewajibkan busana Muslimah dianggap melanggar HAM.

Atas nama HAM juga mereka meracuni akidah umat Islam. Dengan dalih kebebasan beragama, kelompok liberal ini meminta agar Ahmadiyah jangan dilarang. Tidak hanya itu 'tafsir' liberal yang mereka usung telah menghancurkan sendi-sendi Islam yang mendasar yang menimbulkan keraguan terhadap kebenaran Alquran dan As Sunnah.

Kelompok liberal ini menganggap kelompok yang ingin menegakkan syariah Islam sebagai garis keras. Sementara AS dan sekutunya yang dengan alasan HAM dan penyebaran demokrasi, serta perang melawan terorisme membunuh jutaan umat Islam di Irak, Afghanistan, Somalia, Sudan, dan Palestina, tidak secara intensif mereka kritik . Bukankah dengan dalih HAM (kebebasan menentukan nasib sendiri) Timor Timur lepas, dan hal yang sama sedang mengancam Aceh dan Papua? Jadi ideologi mana yang sebenarnya berbahaya ?

Yang jelas kewajiban penegakan syariah Islam dan Khilafah adalah perintah Allah SWT. Tidak mungkin hukum yang berasal dari Allah SWT akan mencelakakan manusia. Semua itu bukan mimpi, bukan sekedar ilusi, tapi terbukti secara normatif maupun historis.

Syariah Islam akan membebaskan Indonesia dari penjajahan ideologi negara imperialis dan mensejahterakan rakyat .

Syariah Islam akan menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat yang menjadi tanggung jawab negara. Berdasarkan syariah Islam pendidikan dan kesehatan wajib gratis. Syariah Islam juga melarang barang-barang yang merupakan pemilikan umum (al milkiyah al 'amah) seperti emas, perak, minyak, batu bara diserahkan kepada swasta apalagi asing . Milik rakyat yang harus dikelola untuk kemaslahatan umat.

Syariah juga akan mencegah setiap intervensi asing yang mengancam disintegrasi umat dan negara. Sedangkan Khilafah Islam adalah instutisi yang menerapkan syariah Islam dan menyatukan umat Islam sehingga menjadi negara adidaya global yang mensejahterakan manusia. Lantas siapa yang sebenarnya mengancam Indonesia ?[] mediaumat.com

Moments...

Ini bukan tentang momentum yang dibahas di pelajaran Fisika...ini juga bukan momen-momen tentang sesuatu yang membahagiakan...ini adalah momen yang mungkin tak akan terulang untuk kedua kalinya.

Momen ini adalah momen yang amat sangat melelahkan bagiku. Di mana aku tidak pernah merasakan kelelahan macam ini sebelumnya...wah, rasa kayak digebukin orang satu kampung capeknya! Beuh, emang dah pernah digebukin ma orang sekampung, yawh? Heuheuheu

Ga pernah, c...cuma ngebayanginnya keknya serem, deh...hihihi

Alkisah...saya sedang mempersiapkan program KKN yaitu Uji Bahan Berbahaya pada makanan. Well, saking pusingnya, sampe-sampe saya muter-muter buat nyari sample makanan yang mengandung formalin, boraks, dan pewarna tekstil...heueheueheu

Akhirnya waktu hari H (Sabtu) badan saya terasa pegal semua...heheheh....padahal saya harus bawa tas yang lumayan berat karena siangnya saya harus mengikuti acara training yang diadakan oleh MHTI. Lalu saya mendapat kabar bahwa ayah salah satu sahabat saya meninggal pada hari itu sehingga saya dan beberapa sahabat saya pun merencanakan untuk berkunjung ke rumahnya di Prigen. Tetapi ada masalah yang kemudian membuat kami tidak bisa menentukan kapan bisa berangkat. Ada yang bilang hari Minggu siang setelah training, ada juga yang bilang hari Senin. Wah, kalau Senin saya tidak bisa ikut...masalahnya saya sudah ada janji dengan dosen pembimbing saya, itu yang saya katakan. Minggu pagi saya merasa sangat mengantuk karena tidur jam 12 malam dan harus bangun lagi jam 2 padahal saya tidak bisa tidur dengan tenang sepanjang malam karena tidur dengan banyak orang dan dempet-dempet. Entah bagaimana caranya, Minggu pagi saya dapat berita bahwa kami berangkat setelah sholat Shubuh n balik jam 8. Akhirnya kami berangkat jam 6 dari Malang...kami berangkat dengan motor...dan saya berada di dabisan paling depan karena saya bersama dengan orang yang tahu rumah sahabat saya itu.

SubhanaLlah, perjalanan kami benar-benar dipenuhi dengan banyak tantangan. Tantangan pertama adalah kabut tebal yang menyelimuti jalan antara Malang-Lawang yang membuat saya harus melepas kacamata saya kemudian membersihkannya dan memasangnya lagi dan itu harus saya lakukan TANPA MENGHENTIKAN SEPEDA MOTOR. Dan akhirnya saya putuskan untuk tetap memakai kacamata dan membersihkannya tanpa melepasnya karena kabut itu berubah menjadi titik-titik air di kacamata saya, kalau kena mata...mata saya jadi perih soalnya helm saya bukan helm teropong.

Tantangan kedua adalah medan yang berat. Saat orang di belakang saya mengatakan "terus, Dik!" maka kami langsung menemui kondisi jalan yang na'udzu billah...RUSAK PARAH!!! Lubang di mana-mana dan medannya yang naik-turun. MasyaaLlah...kami pun menemukan jalan yang turunnya lumayan tajam, sekitar 60 derajat dan kondisi jalan yang rusak parah....tetapi alhamdulillah, kami berhasil melewatinya. Kami melewati beberapa tanjakan dan turunan yang mengerikan hingga tiba di sebuah jalan pavingan yang di samping-sampingnya berderet-deret tanaman tebu, orang di belakang saya bilang, "tunggu, Dik...Mbak kayaknya nggak pernah lewat sini, deh!" WADUH!!!

Inilah tantangan yang ketiga...mencari jalan yang benar. Kami bertanya-tanya pada penduduk sekitar di manakah desa yang kami tuju....dan hasilnya? MasyaaLlah, desanya terletak jauh sekali dari lokasi kami saat itu. Kami bahkan sudah salah jalan sejak sebelum turunan curam tadi. Akhirnya kami menemukan jalan yang benar....dan lebih bagus, alhamdulillah. Ini baru masuk akal, pikir saya saat itu. Padahal tadinya saya dan teman-teman saya berpikir kasihan sekali sahabat kami itu...untuk menuju rumah saja beratnya bukan main.....Dan saya sempat berpikiran gila, kalau orang yang saya bonceng sedang hamil maka dia pasti sudah keguguran saat itu. Hehehe....

Alhamdulillah kami sampai dengan selamat setelah melalui jalan yang berliku-liku. Kami disambut dengan ramah oleh sahabat kami itu. Wajahnya tampak tenang, tak ada ekspresi kesedihan yang ditampakkannya, subhanaLlah...saya sampai tidak tahu harus berkata apa. Ini kali kedua saya takziyah ke rumah sahabat saya. Dan dua-duanya memang pribadi-pribadi yang tenang. Yang terdahulu, kami pergi bersepuluh (tapi yang tiga ikhwan) ke Bangkalan dengan bus. Saya sangat trenyuh ketika melihat betapa tegar sahabat-sahabat saya melihat orang-orang yang mereka cintai dipanggil kembali pada Rabb mereka. Saat itu ia berkata, "kemarin cuma nangis karena tahu nggak bakal ketemu lagi, dulunya ada...sekarang ada..." SubhanaLlah...tapi saya sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Selain karena lelah, saya juga takut mengeluarkan kata-kata yang tidak tepat. Makanya, saya lebih banyak diam kemarin (sambil nyemil, biar ga garink...hehehe). Tadinya, kami diajak ke kebun salak milik keluarganya...tapi kami harus cepat-cepat kembali ke Malang. Masih ada beberapa materi training yang harus kami ikuti. Kami bertanya pada orang yang saya bonceng tadi tentang outbond training....ia berkata mungkin outbond dilaksanakan pukul 9.30 WIB. Kami berpikir mungkin saat kami tiba di sana, teman-teman yang lain sudah berangkat outbond dan kami tidak ikut. Kami kembali dari Prigen sekitar pukul 9. Dengan kecepatan tinggi, saya melajukan motor, ingin cepat-cepat kembali ke Malang...karena saya sudah lelah luar biasa. Dua teman saya sudah melaju mendahului saya. Sementara yang dua lagi malah jauh tertinggal di belakang karena saya selalu mengecek mereka lewat spion dan saat saya mengecek lagi, mereka sudah tidak terlihat. Dan akhirnya, kami sampai di Masjid Ar-Ridho (tempat training) sekitar jam setengah sebelas. Orang yang saya bonceng menanyakan tentang dua teman saya yang belum datang. Saya bilang mereka tertinggal jauh di belakang mungkin sejak di Pasuruan atau sebelumnya. Akhirnya, ia mengirim SMS pada salah satu dari keduanya dan alhamdulillah mereka sudah dekat dari tempat training. Kami beristirahat dan sambil menikmati sarapan pagi kami yang terlambat. Lalu saya bertanya pada salah seorang panitia apakah outbond sudah selesai dilaksanakan karena saya masih melihat peserta masih mengikuti materi di lantai atas. Dan tahu apa yang dikatakannya?

"Oh, Outbondnya baru mau mulai, habis ini, Dik"

JDARRRRRR!!!!
Kami kaget luar biasa. Waduh...mana lelah...harus ikut outbond, bahan kurang...masyaaLlah. Akhirnya kami mengikuti outbond dengan lelah hingga kami tidak bisa fokus. Apalagi saya yang dari hari sebelumnya bellum punya kelompok (sendiri!!!). Saya masuk di kelompok 4 bersama salah satu teman saya. Dan kami tidak tahu kenapa, kelompok kami selalu kalah, mungkin kami kurang fokus....tapi kami justru have fun...hehehe....kami santai saja. Dan setiap kali kami kalah, kami justru berfoto bersama dengan pose-pose gila...hihihi

Begitulah. Siangnya kami bersih diri dan kembali lagi ke lokasi untuk mengikuti materi terakhir. Saat itu, saya sudah tidak dapat menahan kantuk. Saya hampir tertidur saat materi disampaikan. Untungnya waktu itu hanya kritik, saran, dan pertanyaan. Sebenarnya saya ingin bertanya, tapi saya takut pertanyaan saya nggak nyambung. Jadi, saya diam saja. Akhirnya malah ngantuk. Hingga acara terakhir bertajuk FORUM CINTA yang isinya tukar hadiah (sebelumnya kami memang diinstruksikan untuk membawa hadiah). Hadiah kami dikumpulkan lalu dibagikan secara acak. Kemudian hadiah itu tadi dipindahtangankan hingga sepuluh kali. Dan hadiah yang kami pegang itulah yang menjadi milik kami. Saat forum itu berakhir, berakhir pula acara training hari itu.

Sebenarnya hari itu, Kakak dan Kakak ipar saya juga pindahan ke rumah kontrakan mereka yang ada di Sawojajar II dan saya juga diminta ikut. Tapi saya benar-benar lelah dan hanya ingin istirahat. Saya bilang pada mama kalau saya mungkin ke sana besoknya.

Begitulah...momen-momen yang paling melelahkan dalam hidup saya -sejauh ini- semoga banyak memberikan informasi yang saya butuhkan kelak.

Monday, July 27, 2009

Moments...

Ini bukan tentang momentum yang dibahas di pelajaran Fisika...ini juga bukan momen-momen tentang sesuatu yang membahagiakan...ini adalah momen yang mungkin tak akan terulang untuk kedua kalinya.

Momen ini adalah momen yang amat sangat melelahkan bagiku. Di mana aku tidak pernah merasakan kelelahan macam ini sebelumnya...wah, rasa kayak digebukin orang satu kampung capeknya! Beuh, emang dah pernah digebukin ma orang sekampung, yawh? Heuheuheu

Ga pernah, c...cuma ngebayanginnya keknya serem, deh...hihihi

Alkisah...saya sedang mempersiapkan program KKN yaitu Uji Bahan Berbahaya pada makanan. Well, saking pusingnya, sampe-sampe saya muter-muter buat nyari sample makanan yang mengandung formalin, boraks, dan pewarna tekstil...heueheueheu

Akhirnya waktu hari H (Sabtu) badan saya terasa pegal semua...heheheh....padahal saya harus bawa tas yang lumayan berat karena siangnya saya harus mengikuti acara training yang diadakan oleh MHTI. Lalu saya mendapat kabar bahwa ayah salah satu sahabat saya meninggal pada hari itu sehingga saya dan beberapa sahabat saya pun merencanakan untuk berkunjung ke rumahnya di Prigen. Tetapi ada masalah yang kemudian membuat kami tidak bisa menentukan kapan bisa berangkat. Ada yang bilang hari Minggu siang setelah training, ada juga yang bilang hari Senin. Wah, kalau Senin saya tidak bisa ikut...masalahnya saya sudah ada janji dengan dosen pembimbing saya, itu yang saya katakan. Minggu pagi saya merasa sangat mengantuk karena tidur jam 12 malam dan harus bangun lagi jam 2 padahal saya tidak bisa tidur dengan tenang sepanjang malam karena tidur dengan banyak orang dan dempet-dempet. Entah bagaimana caranya, Minggu pagi saya dapat berita bahwa kami berangkat setelah sholat Shubuh n balik jam 8. Akhirnya kami berangkat jam 6 dari Malang...kami berangkat dengan motor...dan saya berada di dabisan paling depan karena saya bersama dengan orang yang tahu rumah sahabat saya itu.

SubhanaLlah, perjalanan kami benar-benar dipenuhi dengan banyak tantangan. Tantangan pertama adalah kabut tebal yang menyelimuti jalan antara Malang-Lawang yang membuat saya harus melepas kacamata saya kemudian membersihkannya dan memasangnya lagi dan itu harus saya lakukan TANPA MENGHENTIKAN SEPEDA MOTOR. Dan akhirnya saya putuskan untuk tetap memakai kacamata dan membersihkannya tanpa melepasnya karena kabut itu berubah menjadi titik-titik air di kacamata saya, kalau kena mata...mata saya jadi perih soalnya helm saya bukan helm teropong.

Tantangan kedua adalah medan yang berat. Saat orang di belakang saya mengatakan "terus, Dik!" maka kami langsung menemui kondisi jalan yang na'udzu billah...RUSAK PARAH!!! Lubang di mana-mana dan medannya yang naik-turun. MasyaaLlah...kami pun menemukan jalan yang turunnya lumayan tajam, sekitar 60 derajat dan kondisi jalan yang rusak parah....tetapi alhamdulillah, kami berhasil melewatinya. Kami melewati beberapa tanjakan dan turunan yang mengerikan hingga tiba di sebuah jalan pavingan yang di samping-sampingnya berderet-deret tanaman tebu, orang di belakang saya bilang, "tunggu, Dik...Mbak kayaknya nggak pernah lewat sini, deh!" WADUH!!!

Inilah tantangan yang ketiga...mencari jalan yang benar. Kami bertanya-tanya pada penduduk sekitar di manakah desa yang kami tuju....dan hasilnya? MasyaaLlah, desanya terletak jauh sekali dari lokasi kami saat itu. Kami bahkan sudah salah jalan sejak sebelum turunan curam tadi. Akhirnya kami menemukan jalan yang benar....dan lebih bagus, alhamdulillah. Ini baru masuk akal, pikir saya saat itu. Padahal tadinya saya dan teman-teman saya berpikir kasihan sekali sahabat kami itu...untuk menuju rumah saja beratnya bukan main.....



TO BE CONTINUED.....

Apakah kami akan menemukan rumahnya? Nantikan kisah selanjutnya!

Monday, May 18, 2009

Desperately Seeking Mr. Makki (14/05/09)

Akhir-akhir ini SyiFa sibuk melaksanakan observasi dalam rangka pengerjaan skripsi. Dan judul skripsi SyiFa yang aduhai...menuntut SyiFa untuk melakukan oobservasi di beberapa sekolah negeri di Kota Malang. Well, itu memang konsekuensi yang harus SyiFa ambil karena harus mengganti judul skripsi SyiFa. SyiFa harus melakukan observasi di tiga SMA Negeri sekaligus, yaitu SMAN 1 Malang; SMAN 6 MAlang; dan SMAN 8 Malang. Sebenarnya empat sekolah dengan SMAN 5 Malang. Tetapi observasi untuk SMAN 5 Malang sudah SyiFa lakukan semester kemarin walaupun waktu itu masih memakai judul yang lama. Sengaja SyiFa mengambil judul yang tidak jauh berbeda dengan judul yang lama agar data-data yang sudah SyiFa dapat dari semester yang lalu masih tetap dapat digunakan sebagai bahan skripsi. Intinya, ga terbuang percuma. Hehehe...

Hari Rabu (13/05/09), SyiFa sudah berhasil menemui guru-guru Bahasa Arab SMAN 8 dan SMAN 6 (dan SMAN 5 untuk melengkapi data). Tetapi SyiFa tidak pernah berhasil menemui guru BAhasa Arab SMAN 1 yang bernama PAk Makki. Padahal surat disposisi untuk observasi di SMAN 1 sudah SyiFa dapat sejak hari Selasa (12/05/09). Fiuh, dah saat ini SyiFa sedang menunggu beliau yang kata serang guru di ruang guru...beliau sedang mengajar dan selesai mengajar pukul 13.15. Dan SyiFa aada halaqah pukul 13.30...hebat, bukan? Sebenarnya SyiFa diberitahu jadwal beliau hari ini adalah mengajar mulai jam 10.15 - 11.20 tapi dari pagi sampai jam 12 tadi SyiFa masih ada bebrapa urusan penting yang harus diselesaikan. Dan SyiFa ga begitu yakin informasi dari guru barusan adalah informasi yang valid. but who knows? Maybe she's right? Let's jusy check it out.

Well...well...SyiFa hapir putus asa mencari Pak Makki. Sempat SyiFa coba menanyakan nomer HP Pak MAkki pada sejumlah guru (bahkan guru Bahasa Arab SMAN 5, SMAn 6, dan SMAN 8) tetapi tidak ada yang tahu. Wow! Miris, kan?

Fiuh...SyiFa hanya bisa menunggu...karena SyiFa sama sekali tidak pernah bertemu dengan beliau....ampun, deh...hehehhe...waduh...jangan-jangan orangnya sudah pulang?Oh...O....

The Black Hole : Sejarah Indonesia

Pernahkah kita tahu mengapa negara yang kaya akan pulau, rempah-rempah, dan bahan tambang ini dinamakan "Indonesia"? Pernahkah terpikir oleh kita...sejarah Indonesia yang kita hapalkan bertahun-tahun...kita bangga-banggakan selama ini merupakan sejarah yang sengaja dibikin oleh sebuah bangsa terhadap manusia-manusia yang hidup di Indonesia? Seringkali SyiFa berpikir...siapa yah yang menyusun buku-buku sejarah itu? Siapa sebenarnya wali songo? Siapa itu Soekarno? Ada apa dengan Seoharto? Bagaimana metode penamaan kota-kota di Indonesia? Sampai...siapa sebenarnya yang hidup di Indonesia sebelum Indonesia ditemukan oleh orang-orang barat itu?

Terpikir ga, sih tentang semua itu? SyiFa berpikir...kenapa hapalan sejarah mulai dari SD, SMP, sampai SMA bahkan perguruan tinggi (yang ngambil sejarah) sama semua? Tidak adakah versi lain tentang sejarah Indonesia? Siapa sebenarnya yang mencatat cerita lengkap Indonesia? Mengapa tidak ada penjelasan rinci mengenai wali songo? Siapa mereka? Dari mana asal mereka? Apa tujuan mereka datang ke Indonesia?

Sampai SyiFa membaca buku-buku tentang keberadaan organisasi-organisasi Yahudi di Indonesia, gerakan missionaris di Indonesia, dan bla...bla...bla...
What's happen?
Sejarah Indonesia bagaikan sebuah lubang hitam penuh misteri. Tak ada yang tahu pasti apa yang terjadi pada Indonesia di masa lalu...Setitik cahaya terang pun mengenai hal ini lambat laun akan menjadi kabur lalu terhisap ke dalam lubang hitam itu, menyisakan misteri yang tak kunjung terungkap. Siapa di balik sejarah Indonesia yang berdarah-darah?

Tanya kenapa...

Tuesday, May 5, 2009

Shadow

Kakiku melangkah….
Entah ke mana…
Aku hanya ingin melangkah...meninggalkan tempat itu. Aku benci berada di sana.
Aku menyusuri jalan, masih tak tahu mana yang aku tuju. Aku hanya merasa lega berada jauh dari rumah. Aku tak suka berada di rumah.
Kini aku berada di sebuah lapangan luas, tak jauh dari rumahku. Lapangan itu sepi di sakung hari nan panas ini. Terik matahari tak kenal ampun menyerang kulitku. Namun aku tak peduli. Aku merasa tenang di sana.
Aku memandang lapangan tersebut. Namun tatapanku kosong. Jiwaku tak ada di sana. Jiwaku telah terbang entah ke mana, melanglang buana ke negeri nun jauh di sana. Ke tempat di mana semuanya berbeda.
”Ani ngapain di sini?” sapa salah seorang tetanggaku yang kebetulan lewat.
Aku hanya membalas pertanyaan tersebut dengan senyuman dan gelengan kepala satu kali. Tandanya, tak ada hal yang perlu aku ceritakan pada orang tersebut.
Maka orang itu pun meninggalkanku sendiri menikmati kesendirianku. Aku kembali menjatuhkan pandanganku pada padang rumput yang pendek yang berada di hadapanku. Mataku tertuju pada sebuah daun yang berkilauan karena basah. Aku tak habis pikir, kenapa daun itu bisa basah di tengah teriknya matahari sakung itu. Ah, aku tak benar-benar sedang memikirkan hal itu. Jiwaku telah melayang ke rumah. Apa yanng dilakukan oleh ibuku, ya?
Aku jarang berbicara dengan ibuku. Setakup pulang, ibu selalu memarahiku atas ketidakberesan rumah. Atas segala sesuatu yang salah, sang ibu selalu menyalahkanku. Itulah yang membuatku tidak betah tinggal di rumah.
Lalu ke manakah ayah? Ayahku tak jauh beda dengan ibuku. Bahkan, jauh lebih sibuk. Ayahku bekerja di luar kota. Tapi setakup hari harus pulang-pergi dari rumah. Yang pasti, saat pulang...ayah harus mendapatkan pelayanan yang terbaik. Air hangat untuk mandi serta makanan harus sudah sakup. Setelah itu aku pasti tidur.
Aku bosan hidup seperti ini. Aku ingin lari...lari dari semuanya. Aku ingin mati...
”Astaghfirullahalazhiim...” gumamku sambil menutup mataku.
”Apa yang kaupikirkan, Ani?” dan setetes demi setetes air mataku jatuh.
Aku sedih...
Kapan ini akan berakhir?
Namun kadang ku bersyukur. Ya, aku bersyukur Allah telah memberiku masalah-masalah ini. Aku banyak sekali belajar. Dengan diam dan melihat. Dengan hanya menjadi bayang-bayang yang tak terlihat di rumah.
Kuputuskan untuk kembali ke rumah dengan segala resikonya. Aku kembali menyusuri jalan di komplek perumahan nan megah ini. Kadang terpikir olehku. Kenapa orang berpikir memiliki rumah megah? Toh ia akan kembali ke dalam sebuah lubang yang besarnya tak lebih dari 2x1m. Toh semua ini tak akan ia bawa mati. Apa sebenarnya yang mereka cari? Sampai mereka menelantarkan anak-anak mereka di rumah nan megah itu. Hingga sang anak tak ada yang memperhatikan, kosong dari kasih sayang orangtua. Lalu mereka bertindak sekehendak hati mereka. Mereka terbiasa melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka mencari pelarian atas keabsenan perhatian orangtua mereka. Mereka terbiasa meminta. Mereka tak mau tahu penderitaan orang lain. Bagaimana bisa? Tak ada yang mengajari mereka...
Bodoh sekali, kupikir. Lihat para ibu itu...mereka sekolah tinggi-tinggi, bahkan ada yang sampai S3. Mereka menjadi guru, menjadi dosen, bahkan professor yang hebat. Ia tularkan semua ilmu mereka...pada siapa? Pada anak-anak orang lain! Pada anak mereka? Nonsens...mereka percaya penuh kepada pihak sekolah, guru les, dan tempat-tempat kursus. Padahal apa yang mereka lakukan di sana? Tak banyak yang benar-benar serius menempuh pendidikannya. Banyak dari mereka adalah pembangkang-pembangkang tulen! Tak tahu etika, moral tak punya. Bagaimana bisa? Siapa yang mengajari mereka? Pembantu yang lulusan SD itu?
”Assalamu’alaikum...” kusampaikan salam saat membuka pintu rumah.
Rumah ini...serasa asing bagiku. Bukan bangunan rumah itu....tetapi atmosfer rumah yang dingin...aku tak suka.
”Ariani dari mana saja? Ibu cari-cari dari tadi!” ibu menyeru dari kamarnya.
Aku diam saja.
”ANI?! Ani yang pulang, kan? Ani ke sini!” teriaknya lagi.
Aku berjalan lambat-lambat menuju kamar ibu. Dan seperti biasa...ibu sibuk dengan laptopnya.
”Ani tolong ibu. Kamu belikan adekmu kornet sapi dan chicken nugget di supermarket biasanya, dia tadi minta dibelikan tapi ibu nggak ada waktu dan Mbak Sari masih seterika”
Ibu memberikan uang Rp 50.000,- padaku.
”Sisanya terserah, kamu mau beli apa” pungkasnya.
Aku diam dan mengambil uang itu. Aku tak ingin membeli apa-apa. Uang itu akan kutabung saja. Mungkin suatu hari nanti aku bisa keluar dari rumah ini dengan uang tabunganku itu. Ini bukan hanya persoalan perasaan. Ada hak anak yang dilanggar oleh orangtuanya. Ada kewajiban yang tak dikerjakan oleh ibu sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Ya, tugas utamanya...mendidik anak-anaknya. Tak cukup hanya dengan perintah dan larangan. Tanpa pengawasan, tanpa perhatian.
Aku berjalan sedikit lebih jauh. Aku tak ingin ke supermarket biasanya. Aku ingin ke supermarket yang agak jauh. Biar bisa lama-lama sedikit.
Aku menoleh kanan-kiri. Rumah-rumah megah dan sepi itu...bagaikan kuburan-kuburan megah. Mewah, tapi penghuninya seakan telah mati, hampir tak ada aktivitas berarti. Interaksi dengan tetangga pun hampir tidak pernah. Mungkin hanya bapak-bapak yang masih menyempatkan diri sholat di masjid komplek kami yang sempat berbicara dengan tetangganya. Selain itu...entahlah...mereka mungkin sudah mati.

BRAK!!!

Tak sempat kumenoleh...saat kumenyebrang jalan....tiba-tiba tubuhku terhempas... rasanya sakit sekali. Pandanganku kabur. Aku mencium bau anyir di sekitar tubuhku. Aku tak tahu bau apa itu. Seperti bau darah segar yang keluar dari jariku saat aku teriris cutter. Bau yang ini lebih menyengat.
Tubuhku...
Entahlah...
Ada seseorang yang mengangkatku...
Ramai sekali di sekitarku...
Apa yang mereka kerjakan?
Apa yang mereka lakukan kepadaku....
Kesadaranku makin hilang...
Dan...
Aku terbangun di atas sebuah bangsal rumah sakit. Di sebuah kamar pribadi. Kurasa VIP. Bau anyir itu sudah hilang. Kini bau obat-obatan yang menyengat hidungku. Aku terbaring dengan selang-selang yang aku tak tahu fungsinya. Satu yng kurasakan, SAKIT! Sakit di sekujur tubuhku. Rasanya benar-benar menyiksa.
Aku heran...
Kenapa Allah tak mematikan aku saja?
Tapi...bagaimana rasanya mati?
Hampir mati saja sebegini sakitnya...
Belum lagi bila di dalam kubur aku ditanya....
Dan mungkin...
Disiksa...
Bagaimana rasanya?
Pasti jauh lebih mengerikan...
Aku tak bisa membayangkan...
Aku menoleh ke kiri dan ke kanan...
Ibu tak ada...
Yang ada hanya adikku, Rizal. Ia sedang tertidur pulas di sofa dengan selimut menutupi tubuhnya. Aku ingin memeluknya...aku sayang sekali padanya. Dia hampir saja kehilangan diiku. Aku satu-satunya yang ia punya di rumah yang memperhatikan dia. Kalau aku tak ada? Dengan siapa dia nanti? Iya, ya...kenapa aku tak pernah berpikir ke sana?
Allah...aku belajar sesuatu hari ini...
Engkaulah yang menggenggam jiwaku...
Kapan pun Kau ingin...
Kau bisa hentikan detak jantung ini...
Dan segala pintu taubat pun telah tertutup...
Segala amal akan terputus...
Allah, teralalu sering aku mengeluh...tanpa mencari solusi untuk ini semua...
Allah...
”Ani sudah sadar?” kudengar suara ibu
Aku tersenyum karena aku tak bisa berkata apa pun, tenggorokanku tercekat...rasanya tak bisa mengeluarkan suara. Ibu langsung memegang tanganku. Kulihat matanya berkaca-kaca. Aku hanya tersenyum. Betapapun aku kesal pada sikap ibu...aku tak mampu untuk marah padanya. Apalagi membuatnya khawatir seperti itu.
”A...ni...ngg...ak...pa...pa...” kupaksakan untuk bicara.
Kulihat perlahan ibu menangis. Aku tak kuasa melihatnya. Aku sangat menyayangi ibu. Aku tidak mau melihatnya sedih.
”Ini salah Ibu, Nak...salah Ibu...” ujarnya dengan berlinangan air mata.
Aku tersenyum dan menggeleng. Lama sekali tak kurasakan kehangatan seperti ini di rumah.
”Ani sudah sadar, Bu?” kali ini suara ayah.
Ayah? Ini kan bukan hari Minggu...di waktu-waktu seperti ini ayah seharusnya masih ada di kantor.
”Sudah, Yah...tapi...” ibu memeluk ayah. Kini ibu sesenggukan di dalam dekapan ayah.
”Kenapa, Bu? Kan Ani sudah sadar...”
”Ibu merasa bersalah, Yah...Ibu jarang memperhatikan mereka” tutur ibu pelan.
”Semoga ada yang bisa kita ambil dari sini...Ibu...sekarang lihatlah sendiri...saat Ibu tidak ada...anak-anak jadi terlantar...beginilah jadinya...Ayah juga merasa Ayah terlalu sibuk...yah...kita harus berbenah, Bu...” tutur ayah lembut.
Aku tersenyum melihat mereka berdua. Tak apalah...sakit di sekujur tubuhku ini...bila itu bisa membuat keluargaku menjadi hangat. Aku tak keberatan...walaupun...yah....sakitnya memang menyiksa...aku tak bisa bohong. Tapi, aku bahagia.

Wednesday, February 18, 2009

Puing - Puing Terakhir

Terdiam ku di sini...tergeletak di atas tanah yang dingin ini...
Entah sejak berapa lama aku di sini. Yang aku ingat, aku sudah terkapar tak bergerak di tempat ini bersama ribuan teman yang senasib denganku.
Padahal awalnya aku dan mereka adalah satu....saling berbagi...saling menopang....
Namun sejak malam itu....kami tak lagi satu.
Ya, malam itu. Saat aku mendengar deru tank-tank melewati jalanan sunyi di Jabaliya. Ujung senjatanya bergerak ke sana kemari, mencari sasaran yang tepat. Dan...

BUMM!!!!

Begitulah yang terakhir kuingat....sebelum akhirnya aku menemukan diriku tergeletak di tanah bersama teman-temanku. Aku masih cukup beruntung. Aku tak tertindih oleh temanku yang lebih besar. Teman di sampingku tertimpa sebuah tembok besar yang masih setengah utuh. Tapi, satu yang sama dari kami, kami tak bisa ke mana-mana dan kami tak tahu kami akan diapakan nantinya.

Hari pun berganti. AKu tak melihat ada perubahan yang berarti. Tank-tank tetap lewat. Sesekali ada juga tentara yang menginjakku dan berlalu. Ingin rasanya melakukan sesuatu untuk membalas ini semua. Tapi apa dayaku? Bila tak ada anak-anak yang mengambilku...mungkin aku akan tetap di sini...menyaksikan pemandangan-pemandangan mengerikan ini setiap saat.

Mungkin tak ada yang pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi aku. Terkapar di tanah, tak bisa bergerak, menjadi saksi bisu setiap pembantaian. Mencium bau anyir darah parah syuhada yang mengalir tak henti-hentinya membasahi tanah yang diinjak-injak oleh para tentara-yang kulitnya berwarna hampir sama dengan beberapa babi yang pernah lewat di dekatku-sambil tertawa terbahak-bahak memainkan senjata mereka. Dan aku hanya bisa melihat tanpa mampu menolong, bahkan berteriak monta tolong. Ini benar-benar menyiksa.

Pernah suatu saat aku melihat seorang anak kecil bermain-main agak jauh dariku. Bocah kecil yang cantik. Namun tawanya segera berganti menjadi teriakan ngeri orang-orang di sekitarnya. Bagaimana tidak. Para tentara itu menembaknya tanpa ampun. Lalu tubuh kecil yang malang itu digeletakkan begitu saja. Tak ada orang yang bisa mendekatinya karena siapapun yang mendekat selalu diberondong dengan tembakan hampir tanpa jeda. Entah apa maunya. Baru beberapa waktu kemudian...aku tahu bahwa para tentara itu menggunakan tubuh bocah kecil yang manis itu sebagai makanan bagi beberapa ekor anjing, yang kemungkinan besar adalah milik mereka. Dengan lahap mereka mengoyak dan menyantap tubuh bocah itu. Siapapun yang melihat hal ini pasti bergetar hatinya, bergemuruhlah dadanya, terpompalah darahnya, mual perutnya, atau bahkan pingsan...hemm...kecuali para tentara itu, mungkin. Ini adalah pemandangan terkeji yang kulihat selama ini.

Apakah anjing itu akan bersaksi di akhirat nanti?
Aku ingin sekali berada di barisan paling depan untuk bersaksi pada Allah tentang ini semua. Aku muak berdiam diri. Aku muak terus begini. AKu ingin melakukan sesuatu.

Seekor anjing datang mendekatiku. Ia mendekatkan moncongnya padaku. Menijikkan. Sesaat kemudian aku merasakan panas di sekujur tubuhku. Basah. Rupanya anjing itu mengencingiku. Ia kemudian berlalu. Geram rasanya.

Begitulah hari-hariku.

Dan hari ini, entah mengapa aku tak melihat sosok tentara-tentara itu beserta para anjing mereka. Apakah serangan telah usai? Aku tak tahu. AKu masih tergeletak di tempatku. Ah, tidak juga. Aku telah bergeser beberapa senti dari tempatku yang dulu.

Kulihat orang-orang lalu-lalang di dekatku. memunguti...entah apa. Mungkin barang-barang yang bisa mereka gunakan.

"Tentara-tentara itu benar-benar tak menyisakan apa-apa untuk kita"
Kudengar salah seorang dari mereka berucap.

"Apa yang kau harapkan dari tentara-tentara biadab itu? Sekarung tepung untuk membuat roti? Kau jangan mimpi! Selesaikan saja tugasmu! Hei, anak-anak...berhentilah mengambili kerikil-kerikil itu! Kalian hanya membuat tangan kalian kotor!"
Satu suara lain terdengar.

"Tak apa, Ayah. Kerikil-kerikil ini akan kami lemparkan ke wajah tentara-tentara Israel yang tak tahu malu itu! Biar mereka tahu rasanya berdarah!" celetuk seorang anak perempuan nan cantik.

Matanya seakan berkilat saat mengucapkan kata-kata tersebut.

Ia lalu berjalan-jalan di dekatku, memunguti beberapa kerikil yang berserakan. Saat tangannya penuh, ia berikan ke aadik laki-lakinya yang jauh lebih kecil darinya atau ke teman laki-lakinya. Aku berharap ia akan memungutku juga. Aku ingin menjadi bagian dari perjuangan ini.

Gadis kecil itu pun mendekatiku lalu dengan pelan ia memungutku juga. Alhamdu lillah....
Semoga apa yang ia katakan benar...semoga sebentar lagi aku akan merasakan nikmatnya mendarat di wajah tentara-tentara itu. Semoga....
_____________________________________________________________________________

Buat YuNi SaiPah...telah kupenuhi tantanganmu....
Untuk yang lain, semoga bermanfaat...afwan kalo rada lebay...hehehhe...maklum, amatiran...
Hohoho

Tuesday, February 3, 2009

Tragis: UPACARA BENDERA!!! >_<#

Alkisah, berangkatlah seorang SyiFa dengan tergopoh-gopoh dengan menaiki Supra X 125 miliknya. Ia melaju kencang dengan sepeda motornya itu. Ke manakah dia? Ia sedang menuju kampus UM tercinta (masa, sih? Kayaknya ga gitu2 amath :P). Pagi ini ia harus mengajar Bahasa Arab untuk mahasiswi Fakultas Teknik dalam program yang diadakan oleh FUSI-Teknik bernama Studi Bahasa Arab. Karena harus menyeterika jilbab hitam-putih satu-satunya, ia pun berangkat sedikit terlambat pagi itu. Tak ada masalah saat mengajar Bahasa Arab di tempat tersebut.

SyiFa pun melaju dari UM menuju tempat Praktek Pengamalan Lapangannya di MTsN I Malang. Sesuai dengan pembagian tugas pada hari Sabtu minggu lalu, hari Senin ini ia bertugas untuk stand by di lobby MTs. Pada hari biasanya, guru-guru PPL langsung menempati tempat tugas yang telah diamanahkan. Namun pagi ini ia tercengang. Semua orang berkumpul di lapangan. Ada apakah gerangan? SyiFa mengendus motif-motif yang tidak biasa di sana, UPACARA!!!!!! TIDAAAAAAAAAKKKK!!!!! Paniklah seorang SyiFa karena semua guru PPL wajib mengikuti upacara bendera di lapangan MTs. Wadaw, bukan apa-apa. Hal ini dikarenakan SyiFa adalah seorang pembangkang demokrasi, seorang yanng murtad dari nasionalisme. Maka dari itu, baginya...mengikuti upacara bendera sama saja dengan bunuh diri. Bagaimana bisa dia mengikutinya? Memberikan penghormatan hanya untuk sebuah bendera??? Nehi!!! SyiFa tidak sudi!

Namun, apa yang bisa diperbuat? SyiFa hanya bisa meratapi nasibnya. Semua guru PPL WAJIB mengikuti upacara bendera!!! SyiFa tidak punya pilihan. Dengan menitipkan tas yang berisi laptop kesayangannya di Ruang Tata Usaha. Ia pun berlari menuju lapangan. Oh, tidak!!! Dengan penuh penderitaan, SyiFa menjalani menit demi menit di lapangan. Hingga tiba saatnya: PENGIBARAN BENDERA!!! Aaarrgghhh....ingin rasanya SyiFa lari dari tempat itu. Dan dengan konyolnya....SyiFa menunduk. SyiFa menolak memberi penghormatan pada sebuah BENDERA!!!! Buat apa?! SyiFa memandang lantai hingga penghormatan berakhir. Namun, SyiFa masih harus terus mengikuti upacara tersebut hingga berakhir. Allah....AstaghfiruLlah...AstaghfiruLlah...AstaghfiruLlah...wa atuubu ilaihi...
MasyaaLlah...andaikan ada cara untuk menghindarinya....ada ide?

Saturday, January 31, 2009

Kisah Presiden dan Si Komo

Aih...pertama denger SBY ke Malang kemarin dari teman-teman sesama guru PPL...kata pertama yang terucap adalah "TIDAAAAAAAAKKKKKKKKK!!!!!!!!!!!"
Lalu, kalimat pertama yang terlontar adalah "Mo ngapain tuh orang kemari?"
Bukan apa-apa...
Setiap kali seorang presiden datang ke sebuah kota yang-katakanlah-ga begitu besar seperti Malang, pasti deh...pasti...MACEEEEEEEEEEEEETTTTTTTTTT!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Nyadar ga sih kalo kedatangan mereka dengan pengawalan super ketat macam itu sangat menyengsarakan warga sipil???!!!
Iya sih...tau...kalo presiden butuh cepet sampai di tujuan...
Beuh....emangnya kita enggak?
Mana dia pake mobil mewah...pastinya ga kehujanan...nah kita?Kemarin sore ajah...gara-gara SBY lewat...warga yang berkendara di belakang-belakangnya kudu rela kehujanan (termasuk saya!)!!
Dan masa saya harus menampakkan muka ceria dengan kedatangannya yang super mereppotkan itu? Ih, nggak banget!!! Enak ajah!
Dia ajah ga mikirin kita?!
Akhirnya kesimpulan saya, Presiden tuh kalo lewat...jauh lebih menyebalkan daripada Si Komo lewat!!!
Mr. President! Whatever Happy Faces They Showed You...They're Just FAKE!!!
Jadi inget zaman-zaman masih SD dulu waktu presidennya masih Megawati or siapaaa getowh...
Kita disuruh jadi pagar hidup pinggir jalan yang bakal dilewatin doang...sambil senyum 3 jari ato nyengir lah paling enggak...
Beuhh...lewatnya jam berapaaa....kita disuruh stand by jam berapa....
Gitu sambil bawa-bawa bendera kecil...dikibar-kibarin...
Padahal...CUMA DILEWATIN DOANG!!! Aihhh!!! Ga ngerti apah capenya kek apaan?

Beginilah wajah demokrasi...
Apaan coba?
Yang katanya mereka dibayar untuk melayani rakyat...nyatanya....keknya kita bayar mereka untuk memperbudak kita sendiri! Ihhh!!!
Gilaaaa....beda banget sama zamannya Rasulullah or Khulafaur Rasyidin....
Seorang presiden mungkin ga nyadar kali yawh kalo dia bakalan dihisab...dimintai pertanggungjawaban di akhirat atas kepemimpinan mereka
Beda dengan seorang khalifah pada zaman Khulafaur Rasyidin...Ya Allah...bayangkan!!!
Seorang pemimpin daulah bahkan membiarkan kudanya ditunggangi oleh pengawalnya dan membiarkan dirinya berjalan di samping kuda tersebut!
Bayangkan!!!!
Seorang pemimpin daulah berkeliling kota tiap malam...hanya untuk memastikan semua warganya BISA TIDUR!!!
Seorang pemimpin daulah sampai membangunkan istrinya demi menolong seorang ibu melahirkan di tengah malam!!
Seorang pemimpin daulah sampai mematikan lampu dalam ruang kerjanya dan menyalakan lilin miliknya karena sang putera mendatanginya untuk urusan keluarga!
Allah....jauh sekali....jauuuuuuuuuuhhhh!!!!
Seorang khalifah tahu benar bahwa apa pun yang ia kerjakan akan ia pertanggungjawabkan di hadapan Allah, dan tak ada seorang pun yang dapat membelanya.

Mungkin seorang presiden juga bisa seperti itu...itu kan tergantung pribadinya.
Namun kenyataannya bagaimana? Mungkin hanya beberapa profil presiden saja yang seperti itu.
Contohnya: Ahmadinejad
Yang lainnya? Sama saja, kan?
Jangankan berpikir bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban....mikirin besok tukang kebunnya bakal datang telat or tepat waktu paling juga enggak.
Bagaimana ia bisa menjalankan kepemimpinan ini dengan ruh bila ia sendiri dipaksa untuk memisahkan urusan akhirat dengan urusan dunianya?
Bila keyakinan bahwa setiap muslim wajib terikat dengan hukum syara' sudah tak ada lagi?
Bagaimana ia bisa memimpin umat muslim?
Apakah ia tidak takut akan hari kiamat?
Apakah ia tidak takut dengan yaumul hisab?
Apakah ia tidak takut dengan neraka?
Atau mungkin karena belum lihat ajah, yawh?
Allahu a'lam bish shawab

Yang pasti....presiden tuh lebih nyebelin dari Si Komo kalo lewat!!! >_<#

Monday, January 19, 2009

GaZa UnCuT....

WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza)
Composed by Michael Heart)
Copyright 2009

A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight
-------------------------------------------------------------------------------












Bau anyir darah para syuhada di Gaza terus menusuk hidung umat muslim di seluruh dunia...bagaimana tidak?
Ini bukan hanya masalah kemanusiaan....
Ini adalah masalah ikatan terkuat yang dimiliki oleh manusia....ikatan aqidah....
Ini adalah masalah seluruh kaum muslimin...masalah kehormatan seluruh kaum Muslimin
Dan para Yahudi laknat itu telah bermain-main dengan nyawa mereka!!!
Para Yahudi laknat itu lupa akan perang Khaibar...perang yang mereka sulut sendiri...
Perang yang pada akhirnya membinasakan klan mereka sendiri...
Mereka harus ingat perang Khaibar di mana pasukan Allah menghancurkan mereka...
Karena itu yang akan menjadi akhir bagi mereka kelak...
KHAIBAR, KHAIBAR, YAA YAHUUD!!!!
JAISYU MUHAMMAD SAUFA YA'UUD!!!

Dan mengerahkan kekuatan tentara terbaik ummat ini adalah sebuah keharusan...
YAng diinjak-injak bukanlah hanya tanah yang ditumbuhi oleh tanaman2...
Bukan hanya tanah yang di atasnya dibangun bangunan-bangunan indah...
Tapi tanah tempat nabi-nabi singgah...
Tanah yang menjadi kiblat pertama umat muslim...
Maka dari itu...umat muslim di mana pun....tidak boleh tinggal diam!!
Kalau tak mampu membantu dengan tenaga...bantulah dengan harta...tak mampu dengan harta...bantulah dengan suara...tak mampu dengan suara...bantulah dengan doa...
MasyaaLlah..lihat...lihatlah...
NEgara kita....
Apa yang bisa dilakukannya?
Tak Ada....
Selain meminta PBB menyelesaikan masalah ini....
Padahal...kita tahu betul siapa yang berada di balik PBB...siapa yang menyetir BAn Ki Moon (untung bukan ban dalem, euy!!!)!!
Kita tahu betul PBB tak bisa diharapkan

Dan inilah titik puncak kita melihat betapa jahatnya konsep negara bangsa ini...
Kita dipisahkan dari anggota tubuh kita yang lain....
Bagaimana sebuah tubuh bisa hidup tanpa sebuah paru-paru?
Bagaimana rasanya bila jari kita dilepaskan dengan paksa dari tubuh kita?
Sakit bukan?
SAKIT SEKALI!!!
Tapi...mengapa rasa sakit itu tak begitu kita rasakan?
Karena tubuh kita telah dimutilasi!!!
Tubuh kaum muslimin yang satu itu telah dipisah-pisah...dipotong-potong!!!
Bagaimana pula kaki yang telah dipisahkan dari lengan...bisa merasakan sakitnya lengan yang teriris pisau?
Begitulah umat muslim saat "dimutilasi" oleh negara bangsa....
Sakitnya tidak begitu terasa bila saudara kita di negara lain terluka....
MAka hanya satu solusinya...benar-benar hanya ada satu solusinya!!!
Yaitu menyatukan seluruh umat muslim pada satu kepemimpinan...satu aturan...satu pelindung...satu negara...bernama Daulah Khilafah!!!
ALLAHU AKBAR!!!






KEMBALIKAN KEJAYAAN UMAT MUSLIM, HARGA DIRI UMAT MUSLIM, KESELAMATAN UMAT MUSLIM!!!
KHILAFAH HARGA MATI!!!
ALLAHU AKBAR!!!

About Us

Open for public discussion about Syari'ah n Khilafah

Please contact us at




Facebook: Bright Thinker

Twitter: Sheefaulcolby